Kebijakan pengendalian produksi dan ekspor batubara tidak diinisiasi tanpa sebab. Dalam dua dekade terakhir, produksi batubara meningkat pesat yang puncaknya terjadi di tahun 2013. Peningkatan ini diikuti dengan melonjaknya ekspor batubara. Batubara dalam situasi ini dipandang tidak memberikan nilai tambah bagi industri domestik, namun hanya ditempatkan sebagai komoditas ekspor untuk menghasilkan penerimaan negara semata. Untuk itu, RPJMN 2015-2019 mengamanatkan pembatasan produksi dan ekspor batubara, serta mengutamakan pasokan batubara untuk kebutuhan domestik. Target produksi dan ekspor batubara telah ditetapkan per tahunnya sebagai turunan RPJMN 2015-2019.

Nyatanya, realisasi produksi dan ekspor batubara nasional selalu melebihi target RPJMN 2015-2019. Pemerintah justru mengeluarkan kebijakan pemberian insentif penambahan produksi bagi pelaku usaha yang memenuhi Domestic Market Obligation/DMO 25% beserta harga khusus DMO sebesar USD 70. Pemerintah juga menambah kuota ekspor batubara dengan dalih meningkatkan devisa negara. Sementara kinerja pengawasan dan penegakan hukum tak kunjung diperbaiki. Padahal lemahnya pengawasan dan penegakan hukum telah membuka celah pelanggaran dan penyelewengan yang berdampak pada lingkungan maupun kerugian penerimaan negara.

Laporan “Urgensi Pengendalian Produksi dan Ekspor Batubara di Indonesia” menyoroti inkonsistensi dalam pelaksanaan kebijakan pengendalian produksi dan ekspor batubara sebagaimana diatur dalam kebijakan energi dan pembangunan nasional. Tak hanya itu, laporan ini juga memberikan analisis potensi dampak dari inkonsistensi tersebut, baik terhadap lingkungan maupun penerimaan negara.

Tim Penyusun:
Rizky Ananda Wulan SR, Lizha Mashita

Penyunting:
Maryati Abdullah, Rizky Ananda Wulan SR

Peninjau:
Maryati Abdullah

Penerbit:
PWYP Indonesia

ISBN: 978-602-50032-8-8

Format PDF – Google Drive