Floresa.co – Koalisi Masyarakat Anti Mafia Tambang Regio Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) melansir data terkait kondisi terkini wilayah yang menjadi sasaran pertambangan di dua provinsi itu.
Disebutkan bahwa puluhan ribu hektar kawasan hutan lindung dan konservasi di dua wilayah itu telah terbebani izin pertambangan dan terancam musnah.
Misalnya, data dari Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan tahun 2014 menyebutkan, di dua provinsi ini, terdapat 255.273,39 hektar wilayah pertambangan masuk di kawasan hutan lindung.
Sebanyak 111 unit Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan perincian 96 di NTT dan 35 di NTB. Sedangkan 2 lainnya berstatus kontrak karya (KK), yaitu terdapat di NTB.
Sementara itu, terdapat 11.181, 61 hektar wilayah pertambangan masuk hutan konservasi dengan perincian 22 IUP, masing-masing 13 di NTB dan 9 di NTT. Sisanya, 1 KK.
Jadi, total luas wilayah izin pertambangan yang diindikasikan berada pada hutan lindung di kedua provinsi ini seluas 266.455 hektar dengan perincian, NTT 194,971, 87 hektar dan NTB seluas 71.483.13 hektar.
Dalam pernyataan sikapnya, Koalisi Masyarakat Anti Mafia Tambang mengatakan, penggunaan kawasan hutan konservasi untuk kegiatan non kehutanan melanggara hukum.
Dikatakan melanggar hukum, karena UU No.41 tahun 1999 tentang kehutanan dan UU No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati telah mengamanatkan agar tidak adanya operasi pertambangan di kedua jenis wilayah ini.
Adapun pengecualian dilakukannya pertambangan di kawasan hutan lindung seperti yang tetera dalam Keppress No. 41 tahun 2004 yaitu pertambangan di bawah tanah atau yang disebut underground mining. Namun, dalam catatan Koalis, tidak ada satupun pemegang izin yang sanggup melakukan pertambangan jenis ini.
Atas data-data tersebut, Koalisi Masyarakat Anti Mafia Tambang menegaskan, pemberian izin di kawasan hutan lindung dan konservasi terang-terangan telah melanggar aturan.
Maka, diperlukan penegakan hukum terhadap pemegang izin usaha di kedua jenis wilayah tersebut, tak terkecuali. (Ario Jempau/ARL/Floresa)
5 Jun, 2015 | Floresa.co