JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah daerah diharapkan tidak gegabah memperpanjang izin usaha pertambangan yang sudah habis masa berlakunya. Kelalaian dalam perpajakan pemegang izin tambang sebaiknya menjadi pelajaran dalam langkah perpanjangan izin usaha pertambangan.

Berdasarkan catatan pemerintah, ada 5.037 izin usaha pertambangan yang habis masa berlakunya dalam dua tahun terakhir. ”Harus ada kajian dan penilaian menyeluruh terhadap izin tersebut. Bila tak memenuhi unsur bersih tanpa masalah atau clean and clear, baik dalam hal izin, keuangan, dan lingkungan sebaiknya ditangguhkan (tak diperpanjang izinnya),” ujar peneliti tata kelola mineral dan batubara pada Publish What You Pay Indonesia, Agung Budiono, Senin (17/4), di Jakarta.

Mengenai status izin usaha pertambangan (IUP) yang belum memenuhi kriteria bersih tanpa masalah (clean and clear/CNC) tersebut, lanjut Agung, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebaiknya bersinergi dengan pemerintah provinsi untuk segera menindaklanjuti hal itu. Tindak lanjut bisa berupa pencabutan dan pengakhiran izin. Namun, seandainya izin dicabut atau diakhiri, maka tidak dianggap sebagai penghapusan atas kewajiban pemegang izin.

”Ditengarai ada tunggakan kewajiban pembayaran royalti dari ribuan pemegang IUP yang harus dituntaskan,” ujar Agung. Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama pada Kementerian ESDM, Sujatmiko, mengatakan, ribuan IUP yang habis masa berlakunya itu terjadi sejak 2014 hingga Desember 2016. IUP yang berakhir masa berlakunya kebanyakan adalah IUP eksplorasi yang tidak memiliki potensi tambang yang cukup ekonomis. ”Ada pula IUP yang tidak bisa dilakukan pengembangan lebih lanjut lantaran tumpang tindih dengan kawasan konservasi atau hutan lindung,” ujar Sujatmiko.

Tak diberi izin
Mengenai IUP yang belum berstatus CNC, menurut Sujatmiko, secara hukum tidak bisa lagi melakukan aktivitas pertambangan karena tidak akan diberikan izin lain yang diperlukan, misalnya izin lingkungan, sampai surat persetujuan ekspor. Pemerintah pusat berharap gubernur mencabut izin yang belum berstatus CNC tersebut. Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, dari 8.360 IUP di seluruh Indonesia, ada 5.037 IUP yang habis masa berlakunya.

Sejauh ini, pihaknya belum mengetahui secara pasti, apakah izin yang habis itu diperpanjang atau tidak. Sesuai aturan yang berlaku, pengajuan izin ada di tangan gubernur pada provinsi tempat lokasi tambang berada. ”Dari IUP yang masih aktif, sebanyak 2.967 berstatus CNC dan 606 belum berstatus CNC. Kami sudah berkirim surat ke gubernur untuk memperjelas status yang belum CNC tersebut,” kata Bambang.

Kementerian Keuangan mencatat, kepatuhan perusahaan tambang terhadap pelaporan pajak terbilang rendah. Pada 2011, ada 3.037 wajib pajak sektor tambang yang melaporkan surat pemberitahuan (SPT) pajak dan 2.964 wajib pajak tidak melaporkan. Pada 2015, situasinya semakin buruk, yakni 2.577 wajib pajak melaporkan SPT dan 3.642 wajib pajak tidak melaporkan SPT.

Publish What You Pay Indonesia pernah merilis hasil penelitian mereka tentang potensi kehilangan pendapatan negara dari praktik penghindaran pajak oleh sejumlah perusahaan tambang. Pada periode 2003-2014, negara berpotensi kehilangan pemasukan sekitar Rp 235 triliun akibat perusahaan tambang tak memiliki nomor pokok wajib pajak.

Sumber: Kompas (18/4/2017)