Kondisi status Clear and Clean (C&C) Izin Usaha Pertambangan (IUP) perlu ditinjau lebih lanjut. Pasalnya, diketahui sebanyak 201 IUP berstatus C&C di Kalimantan Barat diduga tumpang tindih dengan kawasan hutan. Kondisi tersebut diangkat dalam temuan penelitian, jaringan Eyes on The Forest (EoF) Kalimantan Barat yang terdiri dari Swandiri Institute, Titian, Kontak Rakyat Borneo, POINT, Enviromental Law Clinic, Gemawan, JARI Borneo Barat, WWF-Indonesia. EoF melakukan penelitian di tiga daerah di Kalimantan Barat yaitu Katapang, Landak, dan Sanggau.

Metodologi penelitian yang digunakan adalah membuat baseline data spasial dengan menggunakan wahana tanpa awak, kemudian digitasi data, dan di-overlay dengan peta kawasan sesuai dengan Penetapan Kawasan Hutan terbaru. Setelahnya, EoF Kalbar melakukan verifikasi di lapangan.

Peneliti Swandiri Institute Arif Munandar menjelaskan sepanjang tahun 2010 hingga 2015, tercatat hanya ada 11 perusahaan yang mempunyai Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari total 387 IUP yang tumpang tindih dengan kawasan hutan. “Namun setelah korsup minerba terjadi pengurangan IUP, tetapi luasan konsesi justru bertambah dari 5.074.338 hektar (2012) menjadi 5.462.289 hektar di 2015,” papar Arif dalam agenda sharing di kantor PWYP Indonesia (31/5) lalu.

Menurutnya, IUP yang seharusnya dicabut, di lapangan tidak benar-benar dicabut. Modus yang digunakan yaitu Izin Eksplorasi yang dicabut dipindah status menjadi produksi, atau IUP dimerger dengan perusahaan lain. Berdasarkan penelitian ini, EoF Jaringan kalbar menuntut pemerintah daerah (Kabupaten dan Kota) untuk membuka data izin yang dikeluarkan. “Pemda tidak pernah mempublikasi berapa luasan lahan yang dicabut, yang disebutkan hanyalah sejumlah IUP yang dicabut,” pungkas Arif.