“Persoalan perizinan di sektor pertambangan harus diakui merupakan akumulasi masalah dari masa lampau. Namun pemerintah berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan, termasuk melalui penerbitan Permen ESDM 43/2015 juga panduan teknisnya. Pemerintah provinsi tinggal melaksanakan kewenangannya sebagaimana diamanatkan oleh UU 23/2014,” terang Sony Heru Prasetyo, perwakilan dari Bagian Hukum, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM dalam Local Government Workshop “Mendorong Percepatan Tindak Lanjut Korsup Minerba” yang diselenggarakan oleh PWYP Indonesia di Yogyakarta, Maret lalu.
Perizinan pertambangan merupakan salah satu fokus isu dalam Koordinasi dan Supervisi of (Korsup) Minerba KPK yang telah berjalan sejak tahun 2014. 1500-an Izin Usaha Pertambangan (IUP) bermasalah telah berhasil dicabut, namun di sisi lain masih terdapat lebih dari 2000 IUP non-clean and clear (CnC) yang mengindikasikan permasalahan administratif maupun kewilayahan yang menuntut tindak lanjutnya segera, utamanya oleh pemerintah provinsi. Dalam hal ini, peran aktif pemerintah provinsi jelas diperlukan.
Mahdinur selaku Kepala Bidang Pertambangan Mineral Batubara dan Panas Bumi, Dinas ESDM Aceh workshop menjelaskan bahwa kunci keberhasilan Aceh dalam melakukan penataan IUP adalah pelibatan berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat sipil (OMS) dalam melakukan review izin. Juga memperhatikan betul status hukum IUP yang tidak jelas akibat dokumentasi data yang lemah.
Sama halnya dengan kondisi di Aceh, Aries Syafrizal, Kepala Bidang Pertambangan Umum, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Selatan yang juga hadir sebagai peserta workshop menjelaskan, “Keterlibatan OMS penting dalam melakukan evaluasi izin. Tidak hanya kami merasa mendapatkan dukungan, namun mereka memiliki keahlian yang bermanfaat dalam pelaksanaan evaluasi izin.”
Aries menambahkan bahwa, mengumumkan nama-nama pemilik IUP yang bermasalah di koran juga cukup efektif dalam mengatasi rendahnya akurasi alamat perusahaan yang menjadi hambatan utama dalam pelaksanaan penataan IUP. Di samping pembukaan data ini juga memenuhi hak masyarakat akan informasi.
Sayangnya, peran aktif Pemerintah Provinsi seperti yang terjadi di Provinsi Aceh dan Sumatera Selatan belum ditemui di daerah lain. Sebut saja, Kalimantan Timur. “Jangankan pencabutan IUP, permasalahan lubang tambang yang sudah memakan lebih dari 20 korban saja tidak kunjung selesai. Puluhan rekomendasi telah dihasilkan, namun hanya pansus yang terbentuk”, tukas Ketut Bagia Yasa, perwakilan dari JATAM Kalimantan Timur.
Workshop bagi pemerintah daerah ini diselenggarakan untuk mempercepat tindak lanjut pemerintah daerah dalam pelaksanaan rekomendasi Korsup Minerba KPK. Workshop ini dihadiri oleh perwakilan pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil juga akademisi. [RAWSR]