JAKARTA, KOMPAS — Penertiban izin usaha pertambangan yang belum memenuhi kriteria bersih tanpa masalah belum tuntas. Sebelumnya, pemerintah menjanjikan batas akhir evaluasi izin usaha pertambangan pada 31 Januari 2017 dan diumumkan pada awal Maret 2017.

Izin usaha pertambangan yang belum bersertifikat bersih tanpa masalah direkomendasikan untuk dicabut.

“Proses evaluasi dan pencocokan data di daerah belum sepenuhnya tuntas. Kami harap sudah ada kabar dalam waktu dekat,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sujatmiko, Senin (3/4), di Jakarta.

Menurut Sujatmiko, tak hanya Kementerian ESDM, penataan izin usaha pertambangan (IUP) itu juga melibatkan institusi pemerintah lain, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi dan pemerintah daerah tempat perusahaan pemegang IUP beroperasi. Fokus penertiban adalah IUP yang belum bersertifikat bersih tanpa masalah (clear and clean/CNC).

Status CNC pada sebuah IUP menunjukkan perizinan tersebut tertib dalam hal administrasi, tidak tumpang tindih, dan dokumen perizinannya sesuai dengan peruntukan. Status CNC juga dibutuhkan sebagai informasi jumlah cadangan tambang serta pengawasan terkait penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Menurut catatan Kementerian Keuangan, kepatuhan perusahaan tambang mineral dan batubara terhadap pelaporan pajak terbilang rendah. Pada 2011, ada 3.037 wajib pajak melaporkan surat pemberitahuan (SPT) pajak dan 2.964 wajib pajak tidak melaporkan SPT. Pada 2015, lebih buruk, yakni 2.577 wajib pajak melaporkan SPT dan 3.642 wajib pajak tidak melaporkan.

Dari catatan Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, koalisi masyarakat sipil untuk transparansi dan akuntabilitas sumber daya ekstraktif Indonesia, sejauh ini ada 9.433 IUP di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.203 IUP berstatus non-CNC dan ada 5.800 IUP yang berakhir masa berlakunya. Dari IUP yang berstatus non-CNC tersebut, sebanyak 1.674 IUP izinnya tumpang tindih dengan kawasan konservasi dan hutan lindung.

“Sampai saat ini belum ada perkembangan signifikan. Pemerintah, baik di pusat maupun daerah, sebaiknya konsisten mengevaluasi IUP bermasalah tersebut untuk diputuskan dicabut izinnya,” kata Ketua Divisi Advokasi dan Jaringan PWYP Indonesia Aryanto Nugroho.

Dalam pengumuman penetapan IUP CNC ke-23 dan daftar IUP yang dicabut oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerin ESDM Bambang Gatot Ariyono, 22 Februari lalu, sebanyak 1.352 IUP direkomendasikan gubernur dan bupati/wali kota untuk mendapat status CNC. Dari jumlah tersebut, sebanyak 807 IUP belum memenuhi kriteria CNC. (APO)

Sumber: Penertiban IUP Belum Tuntas