Pasca-berlakunya UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda), kewenangan penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) yang sebelumnya berada di kabupaten sepenuhnya ditarik ke provinsi. Di sisi lain, UU ini tidak menyebutkan perubahan pengaturan penerimaan negara dan daerah, khususnya yang bersumber dari SDA.
Dewi Putriatni, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur sekaligus Ketua Asosaiasi Dinas Pengelola ESDM Provinsi Se Indonesia (ADPESDMPI) memaparkan konsekuensi dan kesiapan provinsi dalam implementasi UU 23/2014 di sektor pertambangan.
“Pelimpahan wewenang ke provinsi diikuti dengan pelimpahan dokumen IUP dari kabupaten. Sekarang, 100% data IUP di Jawa Timur telah dilimpahkan ke provinsi. Kami terbantu oleh Koordinasi dan Supervisi (KorSup) Minerba KPK dalam pengumpulan dokumen IUP ini”, jelasnya dalam FGD Permasalahan dan Penerimaan Daerah dari Sektor Pertambangan Pasca UU Pemda, di Solo (16/3).
Dewi melanjutkan, dengan adanya penambahan wewenang, tanggung jawab provinsi semakin besar. Akan tetapi, hal ini tidak diikuti dengan penambahan “insentif fiskal” yang memadai untuk menjalankan fungsi dan kewenangan tersebut.
“Provinsi hanya memiliki wewenang penerbitan izin, sementara pengawasan berada di pusat dan pajak diberikan ke kabupaten/kota. Hal ini seharusnya diikuti dengan perubahan kebijakan penerimaan daerah, khususnya pembagian pajak mineral bukan logam dan batuan antara kabupaten dan provinsi, ujarnya.
Sementara itu, Nasrullah dari Kementerian Keuangan menegaskan bahwa pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) SDA, termasuk pertambangan masih mengacu pada prinsip by origin. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan perubahan mengikuti situasi yang berkembang kini.
“Provinsi bisa saja mengusulkan perubahan pembagian penerimaan antara kabupaten dan provinsi. Meski perubahan tersebut membutuhkan waktu yang tidak cepat”, tutur Nasrullah.
Dalam FGD ini, hadir perwakilan Dinas ESDM dari Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah dan Jawa Tengah, juga akademisi serta perwakilan CSO seperti SAMPAN Kalimantan Barat, Prakarsa Borneo dan FITRA Jatim. FGD ini merupakan bagian dari FGD berseri untuk mengawal reformasi perizinan pertambangan. [RAWSR]