CNN
Ilustrasi (doc. CNN Indonesia)

Jakarta, CNN Indonesia — Lembaga Swadaya Masyarakat Publish What Your Pay (PWYP) Indonesia menyebut ada 6,3 juta hektare kawasan hutan yang masuk kategori dilindungi ternyata dijadikan area pertambangan. Hal tersebut disebabkan adanya kongkalikong antara pejabat dengan pengusaha, dan tumpang tindihnya kebijakan.

Koordinator Nasional PWYP Indonesia Maryati Abdullah mengatakan, seluas 6,3 juta lahan terlarang bagi bertambangan berdiri di atas hutan konservasi dan hutan lindung. Padahal, Undang-undang Nomor 44 tahun 1999 tentang Kehutanan melarang aktivitas pertambangan di dua kawasan tersebut.

“Masih terdapat izin atau kontrak yang berada di area terlarang bagi kawasan pemanfaatan hutan, yakni 1,37 juta hektare di hutan konservasi dan 4,93 juta hektare di hutan lindung,” ujar Maryadi di Kantor KPK, Jakarta, Selasa (30/8).

Ia berkata, berdasarkan paparan Tim Kerja Koordinasi Supervisi antara KPK dan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, ada 38,89 juta hektare lahan hutan yang dijadikan area pertambangan. Luas itu merupakan hasil elaborasi peta Izin Usaha Pertambangan (IUP), kontrak karya, perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara dengan peta kawasan hutan, dan izin pinjam pakai kawasan hutan nasional.

Selain itu, terdapat 3.982 IUP yang berstatus NonClear & Clear hingga April tahun ini dari total 10.348 IUP. Masih tingginya IUP yang berstatus NonClear & Clear itu dapat berdampak pada rusaknya kondisi alam dan hilangnya pemasukan negara.

Terkait hal tersebut, Presiden Joko Widodo dituntut untuk menerbitkan Peraturan Presiden tentang moratorium izin tambang agar tidak ada IUP baru saat proses penertiban dilakukan. Perpres juga dianggap bukti konkret Jokowi dalam kampanye perlindungan satwa dan tumbuhan liar.

Pemerintah juga didesak untuk tegas dalam menertibkan IUP NonClear & Clear dan IUP yang berada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung, sesuai dengan peraturan dan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

“Jika tidak ada perkembangan signifikan, Menteri ESDM dapat mengambil alih peran penertiban IUP Non C&C dengan melakukan penghentian sementara,” kata Maryati. (sur/agk)

Sumber berita: di sini.