Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Sekretariat Extractive Industries Transparency Initiatives (EITI) Indonesia mem-fasilitasi Rapat Tim Pelaksana EITI Indonesia pada 16 Maret 2023 secara hybrid. Sebagaimana amanat Keputusan Menteri ESDM Nomor 122 Tahun 2021, Rapat Tim Pelaksana EITI Indonesia dilakukan untuk membahas, memberikan arah dan keputusan pada perkembangan serta isu-isu pelaksanaan transparansi industri ekstraktif (EITI) di Indonesia yang sedang berjalan dan maupun untuk kedepannya.

Rapat Tim Pelaksana EITI Indonesia tersebut membahas 4 (empat) agenda, meliputi: perkembangan implementasi pengarusutamaan EITI, perkembangan penyusunan Laporan EITI ke-10, persiapan validasi 2023, dan workplan EITI 2023. Hadir dalam rapat tersebut sejumlah perwakilan masyarakat sipil dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia, yaitu Astrid Debora Meliala, Rocky Ramadani, Dwi Arie Santo, Mouna Wasef, Fahmy Badoh dan Yusnita Ike

Sampe Purba, Staf Ahli Menteri ESDM yang juga Ketua Multi Stakeholders Group (MSG) EITI Indonesia dalam sambutannya menyampaikan bahwa  pengarusutamaan transparansi mulai diimplementasikan di dalam penyusunan laporan EITI ke-10 terhadap beberapa data dan informasi yang terdapat pada rantai pasok industri ekstraktif, meliputi: regulasi, produksi, penjualan, penerimaan dan dana bagi hasil. Selain itu, juga diusulkan workplan pelaksanaan transparansi pendapatan dari industri ekstraktif Indonesia tahun 2023 yang terbagi dalam beberapa kegiatan utama diantaranya penguatan partisipasi dan kerjasama antar stakeholder, komunikasi dan sosialisasi, serta implementasi systematic disclosure guna mencapai satisfactory progress pada pelaksanaan validasi yang rencananya akan dilaksanakan pada 2023.  

Terkait dengan perkembangan penyusunan laporan EITI ke-10 sendiri, masih terdapat kendala, utamanya terkait dengan tingkat pelaporan dari perusahaan di sektor mineral dan batubara yang masih rendah yaitu 34%, belum optimalnya data perpajakan minerba, dan lampiran informasi disagregasi penerimaan negara 2021. Kendala-kendala tersebut juga menjadi menjadi sorotan dari wakil masyarakat sipil dalam rapat tersebut.

Sedangkan terkait dengan validasi EITI Indonesia pada Oktober mendatang, dilakukan   pembahasan template stakeholder engagement, template outcomes and impact. Berdasarkan Standar EITI 2019, sejumlah aspek validasi yang harus diperhatikan adalah:

  1. Keterlibatan stakeholder dalam mendorong transparansi dalam industry ekstraktif, minimal 3 stakeholder (pemerintah, perusahaan, civil society). 
  2. Transparansi data di sepanjang rantai pasok, baik dari kerangka hukum, perizinan dan kontrak, maupun kerangka fiskal.
  3. Transparansi data produksi.
  4. Transparansi penerimaan yang diperoleh kepada negara, baik pajak maupun PNBP
  5. Informasi keterbukaan kontrak, partisipasi bumn, beneficial ownership.
  6. Dampak yang terjadi akibat pengelolaan industry ekstraktif dan kontribusi kepada negara dalam sisi lingkungan dan sosial

Sejumlah kesimpulan dan tindak lanjut dalam Rapat Tim Pelaksana EITI Indonesia yaitu:

  1. Dalam hal penyusunan Laporan EITI ke-10, masukan dari anggota Tim Pelaksana EITI Indonesia masih dibuka hingga 31 Maret 2023, sebelum dipublikasikan pada April 2023.
  2. Terkait dengan partial mainstreaming akan dilakukan beberapa pertemuan koordinasi untuk membahas data yang diperlukan dan integrasi data, serta rancangan dan pengembangan Portal Data Ekstraktif.
  3. Mengusulkan industri smelter di bawah Kemenperin untuk dapat menjadi perusahaan yang dilaporkan pada Laporan EITI Indonesia ke depan.
  4. Validasi oleh EITI dilakukan pada Oktober 2023 dan akan dilaksanakan pertemuan pre-validasi dengan anggota Tim Pelaksana EITI Indonesia untuk mengisi template-template validasi.
  5. Anggota Tim Pelaksana EITI Indonesia dapat mengusulkan kegiatan yang terkait dengan implementasi EITI Indonesia sebagai bagian dari Rencana Kerja EITI Indonesia.

Penulis: Ersya S. Nailuvar
Reviewer: Aryanto Nugroho