Pasca terbitnya Perpres 13/2018 tentang Transparansi Beneficial Ownership, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional melakukan rapat koordinasi yang dihadiri oleh kementerian dan lembaga pemerintah serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) terakhir (19/3). Rapat koordinasi ini bertujuan untuk mensinkronisasikan tindak lanjut dari berbagai pemangku kepentingan terkait transparansi Beneficial Ownership, serta membahas tindakan nyata yang harus segera dilaksanakan.

Diani Sadiawati, Staf Ahli Kementerian Perencanaan dan Pembangunan, mengatakan dalam melaksanakan transparansi Beneficial Ownership, integrasi data antar pemangku kepentingan sangat penting, baik itu perpajakan, data perusahaan, maupun data perseorangan. Untuk itu perlu dipastikan peran masing-masing institusi dan menyusun agenda untuk jangka pendek, menengah, dan panjang.

Putri Rahayu dari Komisi Pemberantasan Korupsi memaparkan tentang kajian analisis gap antara ketentuan Corporate Beneficial Ownership dengan standar internasional. Rekomendasi dari studi ini adalah perlu adanya sistem administrasi terpusat yang mengatur dan mengontrol data Beneficial Ownership mulai dari pembentukan entitas, database pendaftaran entitas, serta mengatur akses dan distribusi data BO.

“Kami merekomendasikan rencana aksi jangka pendek adalah penyusunan regulasi teknis sebagai dasar regulasi untuk pendataan Beneficial Ownership di Kementerian Hukum dan HAM, serta pendataan Beneficial Ownership di sektor ekstraktif seperti pertambangan, kehutanan, dan perkebunan. , ”Tambah Putri.

Edi Tedjakusuma, Kepala Sekretariat EITI Indonesia mengatakan kewajiban melaporkan corporate benefit ownership juga akan diberlakukan bagi perusahaan pelapor EITI yang terdiri dari sekitar 70 perusahaan migas, dan 120 perusahaan pertambangan. Namun Edi menegaskan, selain kewajiban untuk menyatakan pemilik manfaat, perlu dilakukan validasi dan penjaminan data atas data yang telah diumumkan oleh perseroan.

Menanggapi validasi dan penjaminan data tersebut, Direktorat Hukum Administrasi Jenderal mengatakan direktoratnya telah mengembangkan Sistem Online Hukum Administrasi Umum yang telah disinkronkan dengan peraturan presiden BO. Perusahaan yang terdaftar harus menyatakan pemilik manfaatnya, dan selanjutnya pemantauan pemilik manfaat akan dilaksanakan melalui sistem ini.

Perwakilan CSO dari Transparency International Indonesia, Dadang Trisasongko, menanyakan “apakah data Beneficial Ownership dibuka ke publik?” Karena begitu pentingnya data Beneficial Ownership dibuka untuk umum, maka masyarakat sipil dan publik juga dapat memantau potensi benturan kepentingan di dunia usaha.

Senada dengan itu, Maryati Abdullah, Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia menegaskan pentingnya keterbukaan data Beneficial Ownership. Terkait regulasi antikorupsi, reformasi perpajakan dan keuangan, Kebebasan Informasi, serta Inisiatif Transparansi Industri Ekstraktif, pengungkapan Beneficial Ownership tidak bisa dihindari. Di bidang ekstraktif khususnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menerbitkan Peraturan Kementerian ESDM Nomor 48 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pengusahaan Energi dan Sumber Daya Mineral.


Bagikan