PWYP Indonesia mencatat dugaan total aliran uang haram di Indonesia di tahun 2014 sebesar Rp227,75 triliun atau setara 11,7 persen dari APBNP 2014. (CNN Indonesia/Safir Makki)
PWYP Indonesia mencatat dugaan total aliran uang haram di Indonesia di tahun 2014 sebesar Rp227,75 triliun atau setara 11,7 persen dari APBNP 2014. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Jakarta, CNN Indonesia — Koalisi Publish What You Pay Indonesia menyatakan Indonesia berada pada posisi ke-7 dari negara-negara yang memiliki aliran uang haram tertinggi. Dalam rentang tahun 2003-2012 Indonesia tercatat mengalirkan dana sebesar Rp1.699 triliun atau rata-rata pertahun mencapai Rp167 triliun.

“Dengan metode penghitungan yang sama, PWYP Indonesia mencatat dugaan total aliran uang haram di Indonesia di tahun 2014 sebesar Rp227,75 triliun atau setara dengan 11,7 persen dari total APBN-P tahun 2014,” ujar Maryati Abdullah, Koordinator Nasional PWYP Indonesia di Jakarta, Minggu (10/4).

Ia merinci, khusus di sektor pertambangan, nilai aliran uang haram diperkirakan mencapai Rp23,89 triliun, di mana Rp21,33 triliun berasal dari transaksi perdagangan ilegal dan Rp2,56 triliun berasal dari aliran uang panas.

“Di tengah rendahnya tax ratio sektor pertambangan yang hanya mencapai 9,4 persen mengindikasikan masih maraknya praktik penghindaran dan pengemplangan pajak di sektor pertambangan,” ungkapnya.

Sementara itu, Global Financial Integrity 2015 melaporkan bahwa setiap tahun negara berkembang kehilangan satu triliun dolar Amerika Serikat akibat korupsi, penggelapan pajak, dan pencucian uang. GFI memprediksi bahwa potensi pajak yang menguap dari Indonesia karena praktik pelarian uang haram jumlahnya hampir Rp200 triliun tiap tahunnya.

“Tingginya aliran uang haram dari Indonesia diakibatkan rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak (kelompok kaya, superkaya, dan korporasi), tingginya prevalensi korupsi pajak, praktik penggelapan dan penghindaran pajak dengan metode perekayasaan keuangan keuangan yang rumit, dan rendahnya kinerja otoritas pajak Indonesia,” kata Dadang Trisasongko, Sekretaris Jendral, Transparency International Indonesia (TII).

Panama Papers

Ah Maftuchan, Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa mengatakan banyak pengusaha dan elit politik dunia yang masuk daftar dalam Panama Papers. Hal ini mengkonfirmasi bahwa praktik-praktik kotor penghindaran dan pengelakan pajak telah menjadi ancaman serius bagi negara-negara dalam mobilisasi penerimaan pajak untuk pembiayaan pembangunan.

“Panama Papers menunjukkan bahwa dunia sudah berada di era darurat kejahatan pajak. Hal ini harus menjadi momentum bagi Pemerintah Indonesia untuk segera membasmi praktik penghindaran pajak, pengelakan pajak, dan pencucian uang oleh wajib pajak Indonesia, baik perorangan maupun badan hukum,” ujarnya.

Ia menyatakan Presiden perlu segera membentuk Gugus Kerja Anti Mafia Kejahatan Pajak yang berisi gabungan antara lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang kredibel. Gugus Tugas bekerja untuk mengusut daftar nama yang masuk Panama Papers dan negara surga pajak lainnya. (gir)