papua new guinea

PWYP Indonesia berbagi mengenai pengalaman tentang upaya masyarakat sipil dalam mendorong inisiatif transparansi industri ekstraktif (EITI) di Indonesia, dalam workshop yang diselenggarakan di Papua New Guinea (PNG) 22-23 September lalu.

Sehubungan dengan PNG menjadi salah satu Negara kandidat EITI, dan negara tersebut sedang menyusun laporan EITI pertama. Meliana Lumbantoruan, Manajer Riset PWYP Indonesia, hadir bersama beberapa perwakilan Negara lain, yaitu Asmara Klein (Manajer Program EITI, PWYP Internasional), Merian C Mani (Bantay Kita Filipina). Juga dihadiri oleh sekitar 15 organisasi masyarakat sipil PNG, diantaranya organisasi isu lingkungan, pemberdayaan wanita, budget monitoring.

Workshop yang diselenggarakan oleh PNG Resource Governance Coalition ini juga menjadi momentum peluncuran resmi koalisi tersebut. Workshop membahas tentang rezim fiscal dan kontrak, serta peraturan lain yang berkaitan dengan migas dan pertambangan. Serta paparan mengenai pelaporan EITI, dan peranan masyarakat sipil dalam upaya mendorong transparansi di sector ekstraktif.

Meliana Lumbantoruan, berbagi informasi mengenai pengalaman PWYP Indonesia dalam membangun pelibatan masyarakat sipil (public engagement) terkait laporan EITI, serta mengkontekstualisasikan laporan EITI di beberapa daerah. Seperti di Provinsi Riau, PWYP Indonesia melakukan pengecekan antara laporan EITI terkait migas dengan data produksi daerah dan data produksi perusahaan.

Di Provinsi Sulawesi Selatan, membandingkan data produksi nikel di pelabuhan dengan data resmi serta menghitung potensi kerugian daerah. Di Nusa Tenggara Barat, laporan EITI terkait pendapatan dikaitkan dengan indikator pembangunan sosial ekonomi seperti tingkat kemiskinan, indeks hak asasi manusia, dan indeks tata kelola.

Di Papua, PWYP Indonesia mensosialisasikan laporan EITI pada masyarakat dan masyarakat adat, serta mendorong inisiatif SMS gateway. Sedangkan di Kalimantan Barat, Laporan EITI digunakan unruk transparansi spasial dan mengidentifikasi tumpang tindihnya konsesi antara izin tambang, sawit, dan HTI. Serta menghitung potensi kerugian melalui transparansi spasial.

“Koalisi PWYP Indonesia juga memilih 3 perwakilan CSO yang duduk dalam Multi Stakeholder Group EITI dalam mengadvokasi inisiatif transparansi di sector ekstraktif,” ujar Meliana.

Merian C Mani juga menyampaikan terkait pengalaman Filipina dalam mengadvokasi EITI dalam proses pengadvokasian untuk kerangka legal EITI, serta bercerita mengenai dinamika dalam berkoalisi dan pengalaman dalam pelibatan komunitas.

Matilda, salah satu peserta workshop dari CSO di PNG, menyatakan bahwa forum tersebut sangat bermanfaat, karena selain menambah pengetahuan mengenai regulasi juga mengetahui berbagai pengalaman Indonesia dan Filipina dalam membangun inisiatif transparansi di sector ekstraktif.