AKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara menjadi PP Nomor 25 Tahun 2024 ternyata banjir kritik.

PP Nomor 25 Tahun 2024 itu telah ditandatangani Presiden Jokowi pada Kamis (30/5/2024). Melalui Pasal 83A inilah pemerintah memberi jatah izin tambang untuk Ormas keagamaan.

Inilah yang memicu banjir kritik dari kiri kanan, karena revisi tersebut dianggap melanggar UU Minerba.

Peneliti Publish What You Pay (PWYP), Aryanto Nugroho misalnya, dia mengatakan PP 25 melanggar Undang-Undang tentang Mineral dan Batu Bara atau UU Minerba, terutama pasal 83A yang mengatur soal penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).

“Di UU Minerba, penawaran WIUPK untuk BUMN (badan usaha milik negara), BUMD (badan usaha milik daerah), badan usaha swasta. Tidak ada badan usaha milik Ormas keagamaan,” kata Aryanto melalui keterangan tertulis kepada Tempo, Jumat (31/5/2024).

Aryanto juga menjelaskan banyak masalah dan risiko yang bisa ditimbulkan jika pasal 83A diimplementasikan.

“Masalah teknis, kelembagaan, lingkungan, potensi konflik horizontal, dan lain-lain,” ujarnya.

Adapun anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, meragukan manfaat pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) kepada sejumlah Ormas keagamaan.

Mulyanto khawatir pemberian prioritas IUPK kepada Ormas keagamaan membuat tata kelola pertambangan semakin amburadul.

“Sekarang saja persoalan tambang illegal sudah seperti benang kusut. Belum lagi dugaan adanya beking aparat tinggi yang membuat berbagai kasus jalan di tempat,” kata Mulyanto dalam keterangan tertulis pada Sabtu (1/6/2024).

Ia juga mengkritisi pembentukan Satgas Terpadu Tambang Ilegal, yang sampai hari ini tidak ada kemajuan berarti.

“Semua masih jadi PR yang harus diselesaikan,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Sedangkan Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Muhammad Jamil mengatakan, gagasan soal pemberian izin tambang bagi Ormas keagamaan bukan solusi dari permasalahan pertambangan yang sudah ada.

“Kalau semua Ormas bisa mengurus izin tambang tanpa kualifikasi yang jelas, maka saya kira kita sedang dalam kebangkrutan ekologis dari ujung Sumatera hingga Papua,” kata Jamil dalam pesannya kepada Tempo, Selasa (14/5/2024).

Jamil mengakui bahwa secara hukum pada dasarnya memang tidak larangan bagi Ormas dalam mengelola tambang. Namun, jelas Jamil, alih-alih mengobral izin usaha pertambangan kepada Ormas, pemerintah seharusnya lebih berfokus pada permasalahan pertambangan.

Sumber: joglosemarnews.com