JAKARTA – Pertemuan negara-negara kelompok 20 (G20) harus jadi momen strategis bagi Indonesia sebagai tuan rumah untuk mengajak negara-negara ekonomi besar dunia agar berkomitmen mengatasi krisis global yang dihadapi saat ini.

Co-Chair C20 (Civil Society Organizations) Indonesia, Aryanto Nugroho, mengatakan energi tidak hanya dipandang sebagai sebuah komoditas, tetapi juga menjadi faktor pertumbuhan ekonomi.

“Forum G20 diharapkan menjadi titik transformasi pemimpin dunia dalam mewujudkan aksi ambisius terhadap perubahan iklim, khususnya melalui transisi energi,” kata Aryanto, dalam diskusi publik tentang transisi energi di Jakarta, Senin (30/5).

Saat ini, kebergantungan negara-negara G20 terhadap pemakaian energi fosil masih sangat tinggi, termasuk konsumsi gas yang sangat tinggi. G20 sebagai kelompok negara yang mendominasi sistem ekonomi global dan menjadi rumah bagi dua pertiga dari populasi dunia bertanggung jawab terhadap 78 persen emisi karbon global.

Aryanto memastikan stabilitas energi dan ketahanan energi dalam jangka panjang juga menjadi bagian dalam melakukan transisi energi. Jadi, sebelum transisi energi, ketahanan energi termasuk stabilitas energi menjadi penting apalagi di tengah krisis Ukraina.

“Di satu sisi, para ilmuwan memberikan penilaian melalui IPCC Report tentang mitigasi perubahan iklim bahwa rata-rata emisi global tahunan mencapai nilai tertinggi sepanjang sejarah manusia dalam satu dekade terakhir,” katanya seperti dikutip dari Antara.

Walaupun peningkatan emisi mulai melambat karena aksi perubahan iklim yang masif melalui penurunan harga panel surya dan teknologi pembangkitan listrik tenaga angin secara signifikan.

Namun, upaya yang dilakukan saat ini masih sulit untuk mencapai target di bawah dua derajat Celsius. Bahkan diprediksi mencapai tiga derajat Celsius jika masih melakukan business as usual.

“Kita membutuhkan upaya yang luar biasa dengan percepatan transisi,” katanya.

Salah satu tantangan terbesar melakukan transisi adalah kebutuhan pendanaan dan memastikan transisi energi yang berkeadilan. Keadilan tidak hanya sebatas negara-negara G20, tetapi juga mendorong praktik usaha berkelanjutan bagi para pengusaha sehingga dapat memobilisasi dana investor ke dalam negeri terhadap teknologi hijau.

Fokus Utama

Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam kesempatan terpisah mengatakan komitmen emisi nol karbon bersih pada 2060 merupakan fokus utama lantaran Indonesia termasuk dalam 10 besar negara dengan emisi karbon terbesar atau menyumbang sekitar dua persen dari total emisi global pada tahun 2020.

Selain itu, 60 persen industri energi di Tanah Air masih berbasis pada sumber tak terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga batu bara. Sebab itu, ekosistem lingkungan rendah emisi karbon kini terus berkembang di Tanah Air maupun dunia.

Untuk menjadi negara industri tangguh maka kapasitas pembiayaan yang substansial, katanya, sangat diperlukan sehingga peran pembiayaan luar negeri menjadi penting, khususnya pada masa transisi.

Sumber: Koran Jakarta