Siaran Pers
Untuk dipublikasikan pada 18 Juni 2019 dan setelahnya

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi dengan kandungan mineral logam dan non-logam yang melimpah dan tersebar di hampir seluruh kabupaten/kota. Kini, tercatat 261 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di NTB, yang terdiri dari 27 IUP mineral logam dan 234 IUP batuan (Dinas ESDM NTB, 2019). Dari 27 IUP mineral logam, nyatanya terdapat 11 IUP seluas 35.519 ha yang terindikasi berada di kawasan hutan lindung dan konservasi (Ditjen Minerba, KESDM, 2017). Padahal berdasarkan UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, kedua wilayah tersebut tidak boleh dimanfaatkan untuk aktivitas pertambangan.

Persoalan di atas menunjukkan problema dalam tata kelola perizinan pertambangan di Provinsi NTB, yang juga jamak ditemukan di provinsi lain di Indonesia. Tingkat transparansi perizinan yang rendah, yang diindikasikan dengan ketertutupan dokumen perizinan serta proses pemberian izin, berimbas pada minimya ruang pengawasan publik, yang mana sedikit banyak berkontribusi pada persoalan yang berkembang di atas.

Terkait hal ini, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, koalisi 35 organisasi masyarakat sipil yang fokus mendorong perbaikan tata kelola dan pemanfaatan sumber daya ekstraktif (minyak, gas, tambang dan sumber daya alam lainnya), bersama dengan Solidaritas Masyarakat Untuk Transparansi Nusa Tenggara Barat (SOMASI NTB) melakukan kajian cepat menakar peluang dan tantangan dalam meningkatkan transparansi perizinan tambang di Provinsi NTB, khususnya terkait dengan inisiatif keterbukaan dokumen perizinan tambang.

Penekanan terhadap Provinsi NTB untuk menerapkan prinsip keterbukaan, termasuk di sektor perizinan tambang, merupakan mandat Peraturan Daerah (Perda) nomor 10 tahun 2015 tentang Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Pemerintahan Daerah sebagai turunan Undang-Undang (UU) Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang telah diundangkan sejak tahun 2008. Sayangnya, kajian cepat PWYP Indonesia dan SOMASI NTB menemukan inkonsistensi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang memegang kewenangan perizinan tambang di tingkat provinsi, yakni Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dalam menjalankan keterbukaan informasi publik.

Secara spesifik, UU KIP pada pasal 11 ayat (1) huruf e memandatkan seluruh badan publik untuk menyediakan informasi publik setiap saat yang meliputi perjanjian badan publik dengan pihak ketiga. Namun hingga kini, masyarakat masih kesulitan untuk mengakses dokumen perizinan tambang. Padahal akses informasi merupakan prasyarat partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan. Keterlibatan masyarakat merupakan komponen kritikal bagi kebijakan yang melibatkan sumber daya publik, seperti sumber daya alam, termasuk pertambangan. Sebab, yang paling terdampak atas berjalannya aktivitas pertambangan adalah masyarakat, khususnya yang berada di wilayah pertambangan. Sebut saja dampak pencemaran lingkungan hingga potensi konflik rentan terjadi..

Oleh karena itu, PWYP Indonesia dan SOMASI NTB mendorong Pemerintah Daerah Provinsi NTB untuk:

  • Mempercepat tindak lanjut penertiban bagi izin tambang yang masih bermasalah, seperti izin di hutan konservasi dan lindung maupun izin yang masih menunggak pembayaran kewajiban keuangan serta jaminan reklamasi dan atau pascatambang. Pemerintah daerah harus bersikap tegas dan konsisten dalam melakukan penindakan.
  • Membuka dokumen perizinan pertambangan sebagaimana mandat UU KIP yang telah diturunkan dalam Perda 10/2015 dan membangun sistem database perizinan pertambangan yang terintegrasi dan senantiasa diperbaharui untuk menjaga validitas data. Database ini selanjutnya dijadikan acuan bersama dalam pengambilan keputusan dan kebijakan terkait perizinan pertambangan maupun pembangunan secara luas.
  • Meningkatkan konsistensi pelaksanaan KIP dengan selalu melakukan pembaharuan Daftar Informasi Publik (DIP) dan Standard Operational Procedure (SOP) Pelayanan Informasi untuk menjaga kualitas pelayanan informasi. Informasi merupakan hak setiap masyarakat yang dijamin oleh UU.
  • Meningkatkan ruang partisipasi publik dalam pengawasan pertambangan dengan membangun sistem pengaduan beserta penangannnya yang efektif. Penglibatan publik dalam pengawasan dapat meningkatkan efektifivitas pengawasan yang seringkali terkendala, juga kepercayaan publik atas kinerja pemerintah.

 

Narahubung:
Johan Rahmatulloh – SOMASI NTB | johan.rahmatulloh@gmail.com
Rizky Ananda Wulan Sapta Rini – PWYP Indonesia | rizkyananda@pwypindonesia.org


Bagikan