JAKARTA — Kebijakan larangan ekspor batu bara mulai dilonggarkan. Pemerintah memberi restu kepada perusahaan yang telah memenuhi kewajibannya terhadap PT PLN (Persero) untuk melakukan pengiriman ke luar negeri.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menuturkan, keran ekspor batu bara dibuka bertahap menyesuaikan dengan realisasi domestic market obligation (DMO) setiap perusahaan. “Yang kami prioritaskan adalah para produsen yang memenuhi 100 persen DMO-nya,” ujar dia, kemarin. Izin pertama untuk ekspor akan terbit setelah PLN menyatakan pasokannya aman.

Sejak awal 2022, pemerintah melarang ekspor batu bara hingga 31 Januari. Penyebabnya, cadangan batu bara di pembangkit listrik milik PLN maupun produsen listrik independen atau independent power producer menipis hingga mengancam operasional sekitar 20 pembangkit listrik tenaga uap.

Dalam forum sosialisasi kebijakan tersebut pada Sabtu, 1 Januari lalu, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Ridwan Djamaluddin, menyatakan intervensi terpaksa dilakukan lantaran puluhan pembangkit listrik itu bertugas menyediakan setrum bagi sekitar 10 juta pelanggan.

Menteri Arifin menyatakan seretnya pasokan mulai terasa sejak Agustus 2021. Saat ini kekurangan suplai sempat teratasi, tapi tak kunjung membaik hingga akhir tahun. “Kalau pemasok ini disiplin memenuhi komitmennya, kita tidak perlu mengalami krisis,” tutur Arifin.

Menurut dia, ketidakpatuhan ini dipicu oleh disparitas harga jual batu bara. Di lingkup domestik, angkanya dipatok US$ 70 per ton, sementara di pasar global nilainya selisih dua hingga tiga kali lipat.

Eskavator mengeruk batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 3 Banten Lontar di Tangerang, Banten. Dok.TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo

Arifin memastikan pembukaan keran ekspor akan dibarengi dengan evaluasi skema DMO. Saat ini pemerintah sedang menggodok rencana penjualan batu bara untuk kebutuhan domestik dengan harga pasar. Pemerintah bakal mendirikan badan layanan umum untuk memungut iuran ekspor kepada pengusaha, kemudian menggunakannya untuk mensubsidi selisih harga pasar global dan harga patokan DMO agar tidak memberatkan PLN dan negara.

Selain itu, dia menjanjikan penegakan hukum terhadap perusahaan yang tidak mematuhi DMO. “Tentu saja sanksi disiplin akan kami terapkan dengan tegas,” kata Arifin.

Pada 10 Januari lalu, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa keran ekspor bakal mulai dibuka pada 12 Januari. Sebab, pasokan batu bara untuk pembangkit PLN sudah mencapai 15 hari operasi dan terus bertambah menuju 25 hari operasi. Verifikasi kapal sudah dilakukan pemerintah.

Keesokan harinya, PLN menyatakan kondisi pasokan listrik cukup untuk melayani pelanggan. Melalui keterangan tertulis, Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN, Agung Murdifi, mengatakan cadangan batu bara PLN cukup, bahkan meski ada kenaikan konsumsi di beberapa wilayah. Namun dia tak menyebutkan jumlah cadangan yang tersedia. Total kebutuhan batu bara PLN mencapai 20 juta metrik ton untuk mencapai cadangan minimal 20 hari operasi.

Kemarin, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menuturkan PLN sudah memiliki strategi jangka panjang untuk menjaga cadangan batu bara. Salah satunya dengan mengembangkan sistem pengawasan stok batu bara secara digital secara aktual. “Sistem ini memberikan alarm ke pusat apabila stok batu bara sudah menipis,” ujarnya. Sistem tersebut juga mendeteksi realisasi kewajiban pemasok dengan jangka waktu H-10 dari tenggat.

Upaya lainnya adalah merombak kontrak beli batu bara dengan kontrak jangka panjang. Fleksibilitas dalam kontrak yang menghadirkan ketidakpastian pemenuhan pasokan batu bara bakal diminimalkan. Pembelian komoditas ini nantinya juga diubah langsung ke penambang dan dengan skema cost, insurance, and freight.

“Kami juga melakukan penguatan dari sudut pandang rantai pasok, manajemen, dan sistem monitoring. Kemudian proses yang berbelit-belit kami ringkas, bongkar, dan sederhanakan, sehingga menjadi satu rantai yang lebih efektif,” ujar Darmawan.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyatakan, jika cadangan batu bara PLN betul-betul sudah aman, pembukaan ekspor secara bertahap menjadi solusi yang menguntungkan banyak pihak, dengan catatan stok PLN betul-betul aman. Larangan ekspor tidak hanya menjadi pukulan bagi produsen dalam negeri, tapi juga konsumen global. Hal ini terlihat dari protes sejumlah negara, seperti Jepang, yang meminta pengiriman batu bara dari Indonesia kembali dibuka.

Mamit mengatakan keran ekspor sebaiknya tidak dibuka sekaligus untuk memastikan tak ada gangguan pasokan lagi ke depan. “Dibutuhkan komitmen dari pengusaha untuk benar-benar memenuhi kewajiban DMO dan kepada Kementerian ESDM untuk mengimplementasikan sanksi,” kata dia.

Aryanto Nugroho, Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia—koalisi masyarakat sipil untuk transparansi dan akuntabilitas tata kelola sumber daya ekstraktif migas—menuturkan bahwa izin ekspor batu bara seharusnya dibarengi dengan penyelesaian akar masalah ketidakpatuhan DMO. “Pemerintah harus memastikan bahwa problem soal mekanisme pengadaan, pengawasan, dan sanksi benar-benar dilakukan,” kata dia.

Sumber: Koran Tempo