JAKARTA, KOMPAS.com – (KPK) mendorong upaya perbaikan pemberantasan korupsi melalui momentum Presidensi Indonesia Tahun 2022.

Hal itu disampaikan Deputi Informasi dan Data KPK, Mochammad Hadiyana, dalam diskusi media bertajuk “Indeks Persepsi Korupsi dan Momentum Presidensi G20 Indonesia”, Jumat (18/2/2021).

Hadiyana mengatakan, salah satu kinerja pemberantasan korupsi dapat diukur melalui Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dirilis oleh Transparency International setiap tahun.

“Hasil pengukuran IPK 2021 menunjukkan beberapa pekerjaan rumah bagi Indonesia, terutama pada sektor penegakan hukum dan pemberantasan korupsi politik,” ujar Hadiyana, dalam keterangan tertulis, Sabtu (19/2/2022).

“Gelaran Presidensi G20 ini bisa kita jadikan momentum perbaikan pemberantasan korupsi di Indonesia secara menyeluruh,” ucap dia.

Hadiyana, yang juga Chair Anti-Corruption Working Group (ACWG) G20 itu menyampaikan bahwa KPK memasukkan dua rekomendasi IPK 2021 dalam isu prioritas ACWG G20.

Pertama, perlunya mengembalikan independensi dan kewenangan otoritas lembaga pengawas kekuasaan. Kedua, perlunya keseriusan dalam menangani kejahatan korupsi lintas negara.

Menurut Hadiyana, kenaikan poin pada beberapa indeks ekonomi terkait kemudahan berusaha tidak bisa dilihat secara parsial.

Sebab, kata dia, jangan sampai kemudahan memulai bisnis terjadi karena adanya suap.

Selain itu, Hadiyana bependapat, pembenahan sistem politik yang rentan terjadi korupsi bukanlah upaya yang sederhana.

Pembenahan harus dilakukan secara kompleks, tidak hanya pada partai politik, tetapi juga pemilihan umum, hingga pemanfaatan teknologi Informasi.

Sementara, Chair Anti-Corruption Working Group C20 Indonesia Dadang Trisasongko juga menilai hasil IPK 2021 penting untuk dibawa ke forum ACWG G20.

Manurut dia, hal itu bisa menjadi kesempatan negara-negara G20 untuk memberantas korupsi secara global, baik melalui perbaikan situasi pada masing-masing negara maupun perjanjian bilateral.

Dadang mengatakan, G20 memiliki peranan penting bagi upaya pemberantasan korupsi secara global.

Sebab, negara yang tergabung dalam G20 berkontribusi pada 85 persen perekonomian global, 79 persen perdagangan global, dan 65 persen penduduk dunia.

Kendati demikian, kata dia, 9 dari 20 negara tersebut memiliki skor IPK di bawah 50. Selain itu, negara yang tergabung dalam G20 memiliki rerata skor 54.

“Dua pertiga negara di dunia punya IPK di bawah 50. Oleh karena itu, perlu upaya G20 dalam rangka menaikan skor IPK negara-negara di dunia, seiring dengan besarnya kontribusi ekonomi dan pengaruh negara G20 secara global,” tutur Dadang.

Sumber: Kompas