Jelang musim panas 2019, sekitar 1000 partisipan mengikuti Konferensi Global EITI ke-8 yang dihelat di OECD Conference Center, 17-19 Juni lalu di Paris. Dengan tema Open Data Build Trust, konferensi ini hendak melihatbagaimana open data akan menjadi norma dalam keberlangsungan EITI-Extractive Industry Transparency Initiative, di masa depan.

Hadir delegasi Indonesia, terdiri dari Irjen ESDM, Irjen Kementerian Keuangan, Asisten Deputi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Sekretariat EITI Indonesia, Perwakilan CSO dan SKK Migas.

Adapun beberapa poin penting dari konferensi yaitu, terpilihnya Helen Clark—Mantan PM New Zealand sebagai Chair of EITI 2019-2021, penetapan Standar EITI 2019. Sejumlah tantangan juga ditemui dalam pengarusutamaan EITI, penggunaan data EITI, penerapan Open Contract dan Beneficial Ownership. Topik mengenai ruang bagi masyarakat (civic space) menjadi salah satu isu penting terutama bagi masyarakat sipil (standar 1.3 misalnya, dalam validasi EITI Myanmar yang dinyatakan meaningfulpadahal CSO menyatakan tidak dengan alat-alat bukti yang tersedia).

Menggunakan Data EITI, Pengalaman CSO di Indonesia

Ermy Ardhyanti, delegasi CSO EITI Indonesia, dalam sesi diskusi bertajuk “Extractive Data Use” mempresentasikan bagaimana data EITI digunakan. Ermy menjelaskan bagaimana pengalaman masyarakat sipil dan pemerintah daerah dalam menggunakan data EITI. Salah satunyasebagai basis advokasi kebijakan mengenai Dana Bagi Hasil (DBH) Migas di Riau.

“Advokasi kebijakan DBH Migas ini menggunakan dua analisis, yaitu double crosschecking dan output analysis. Double cross checking yaitu membandingkan data EITI dengan data produksi migas, lifting, data PNBP, dan data DBH yang diterima oleh pemerintah daerah. Kemudian diketahui perbedaan, yang menunjukkan DBH yang diterima lebih rendah dibandingkan dengan DBH yang seharusnya diterima. Sedangkan output analisis bertujuan untuk mengetahui dampak pertambangan dalam pembangunan manusia, ekonomi, dan penanggulangan kemiskinan,” papar Ermy.

“Seperti berenang di lautan luas, data EITI yang berlimpahmembantu menerangi dan menyelesaikan masalah tertentu,” tambah Ermy.

Komitmen Keterbukaan dan Tantangan Regulasi

Di hari terakhir konferensi (19/6) delegasi Indonesia yang dipimpin Irjen Kementrian ESDM diundang Direktur Eksekutif EITI Internasional Mark Robinson untuk mendiskusikan perkembangan inisiatif Beneficial Ownership, Commodity Trading dan Open Contract serta komitmen dukungan tingkat tinggi untuk keberlangsungan EITI Indonesia. Salah satu capaian Indonesia sebagai negara pelaksana EITI adalah, Indonesia telah menerbitkan roadmap Beneficial Ownership dan laporan commodity trading.

Terkait dengan keterbukaan kontrak, Irjen ESDM masih akan mematuhi regulasi yang ada, yaitu UU Migas dan UU Minerba. Sehingga untuk saat ini, keterbukaan kontrak masih belum bisa dibuka.

Namun demikian, menurut CSO, perlu dilakukan diskusi lebih lanjut tentang persepsi mengenai keterbukaan kontrak, dan selanjutnya perlu dilakukan uji konsekuensi atas informasi kontrak yang dianggap sebagai kategori informasi yang dikecualikan.  

Pertemuan Bilateral Indonesia-Myanmar

Masih di hari terakhir konferensi, delegasi Indonesia diundang Delegasi Myanmar yang terdiri dari 1 menteri, wakil menteri, Duta Besar Myanmar di Perancis, Kepala Sekretariat EITI dan staf. Pertemuan ini banyak membahas pengalaman Indonesia dalam pelaksanaan EITI seperti membangun kerangka regulasi, struktur, pembiayaan dan ruang bagi masyarakat sipil dan tata kelola CSO.

Isu tentang kebebasan sipil yang mengemuka di Global Conference menjadi salah satu pertimbangan untuk mengetahui bagaimana yang terjadi di Indonesia yang telah lebih dulu menjadi salah satu negara demokrasi. Sebagai tindak lanjut, Myanmar akan melakukan kunjungan ke Indonesia pada Juli 2019.

Tantangan dalam Standar Baru EITI

Yang baru dalam Standard EITI adalah standar mengenai gender, penjualan komoditas, keterbukaan kontrak, dan laporan lingkungan. Terkait standar gender, diharapkan data yang masuk dalam laporan EITI memasukkan data pilah berdasarkan gender, serta data mainstreaming gender di industri ekstraktif, serta afirmasi dalam kelembagaan EITI di negara pelaksana.

Salah satu tantangan besar di Indonesia, menurut Ermy adalah keterbukaan kontrak. Pihak pemerintah belum setuju dengan beberapa alasan regulasi. Tantangan yang sama ditemui dalam commodity trading. Sebagaimana laporan Commodity Trading telah disajikan, komitmen keterbukaan data masih menjadi pekerjaan rumah yang masih perlu diadvokasi.