38ba6be1-9e55-4151-b035-063e2ab7a399_169

Jakarta, CNN Indonesia — Relaksasi ekspor mineral yang akan dimulai pada tahun 2017 ditanggapi sinis oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat. Pasalnya, kebijakan tersebut dinilai sarat kepentingan korporasi.

Manajer Advokasi dan Jaringan Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Aryanto Nugroho menyebut PT Freeport Indonesia sebagai perusahaan yang paling diuntungkan akibat regulasi ini. Menurutnya, relaksasi ekspor bisa membuat perusahaan tambang Amerika Serikat tak perlu menyelesaikan pembangunan fasilitas pemurnian (smelter) hasil tambang menjelang Kontrak Karya (KK) selesai.

Sebagai informasi, rencananya pemerintah akan memberikan periode relaksasi ekspor selama tiga hingga lima tahun terhitung sejak 2017. Dengan demikian, ada kemungkinan relaksasi ekspor bertahan sampai tahun 2021, atau periode di mana KK Freeport telah berakhir.

“Jelas ini menguntungkan Freeport karena mereka punya alasan untuk mengekspor terus. Memang berbagai upaya tengah dilancarkan untuk mensiasati perpanjangan KK,” ujar Aryanto, Selasa (11/10)

Ia sendiri mengaku tak punya bukti kuat jika memang relaksasi ekspor mineral mengarah ke perpanjangan KK Freeport. Namun, ia melihat ada benang merah antara keinginan Freeport dengan beleid terkait ekspor minerba yang telah dikeluarkan pemerintah sebelumnya.

Aryanto mencontohkan terbitnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 1 tahun 2014 yang terbit pada 11 Januari 2014. Ia mensinyalir, beleid yang berisi penghentian ekspor mineral terhitung mulai tahun 2017 itu diterbitkan demi mengakomodasi keinginan Freeport. Pasalnya, Surat Persetujuan Ekspor (SPE) Freeport malah terbit sehari setelahnya.

Apalagi, keistimewaan Freeport makin dipertegas di dalam Permen ESDM Nomor 11 tahun 2014, di mana perusahaan boleh mengekspor konsentrat dengan memenuhi sejumlah prasyarat.

Padahal sebelumnya, pemerintah dengan tegas menolak ekspor mineral bagi KK mulai tahun 2014, seperti tercantum di dalam pasal 170 Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Ia khawatir, relaksasi ekspor mineral yang rencananya akan masuk ke dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2014 itu juga akan menguntungkan Freeport, meski jelas-jelas peraturan itu bertentangan dengan UU Minerba.

“Karena masa berlaku relaksasi di Permen ESDM Nomor 1 tahun 2014 hanya sampai Januari 2017, dan itu berbarengan dengan berakhirnya izin ekspor Freeport. Beleid ini tentu ada hubungannya dengan kepentingan Freeport,” jelasnya. (gen)