ilustrasi pertumbuhan ekonomi
Ilustrasi: www.beritasatu.com

 

Jakarta – Asumsi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 dinilai tinggi oleh para ekonom, namun masih cukup realistis.

Peneliti Ekonomi Lembaga Publish What You Pay (PWYP) Wiko Saputra memberikan catatan terkait RAPBN 2016, pertama, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk memitigasi dampak penurunan harga komoditas global utamanya minyak dan tambang.

Kedua, pengembangan strategi diversifikasi ekonomi yang tidak bergantung pada komoditas sektor sumber daya alam (SDA), berupa program hilirisasi pertambangan dan migas secara konsisten, ketat, dan terintegrasi dengan menyediakan faktor-faktor pendukung seperti listrik.

“Ketergantungan pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada SDA, khususnya komoditi migas dan minerba, sungguh memperberat tantangan gejolak ekonomi global. Situasi tersebut sudah sangat terasa di tahun ini. Realisasi penerimaan PPh Migas pada semester I-2015 hanya sebesar Rp 31,3 triliun, turun sebesar 39,5% dibandingkan semester yang sama 2014. Pemerintah juga menurunkan target PNBP dari migas dan pertambangan umum pada 2015, dari Rp 238,25 triliun menjadi Rp 113.03 triliun. Ini semakin sempitnya ruang fiskal pemerintah,” kata dia di Jakarta, Rabu (19/8).

Kondisi yang tidak jauh berbeda juga terlihat pada RAPBN 2016, dimana pemerintah menetapkan target PPh Migas Rp 48,46 triliun dari total target penerimaan pajak penghasilan Rp 784 triliun. Sementara PNBP Migas dan Minerba ditargetkan sebesar Rp 125,63 triliun dari total target PNBP Rp 280,29 triliun.

“Di sisi lain, masih belum baiknya tata kelola sektor migas dan minerba juga bisa berdampak terhadap kinerja pembangunan dan penerimaan negara. Untuk itu, catatan ketiga, pemerintah harus menguatkan transparansi dan akuntabilitas tata kelola sektor migas dan pertambangan, termasuk untuk mendorong kepatuhan perusahaan dalam membayar penerimaan negara dan pajak untuk menghindari kebocoran dan menghindari asimetri informasi dengan masyarakat dengan tetap memperhatikan perlindungan lingkungan, agar tidak menimbulkan konflik sosial bencana lingkungan hidup, terutama terkait investasi, produksi dan program hilirisasi,” papar Wiko.

Ekonom Universitas Indonesia Berly Martawardaya mengatakan, di dalam RAPBN 2016 sudah terefleksikan pembangunan ekonomi, bukan lagi dari tengah melainkan dari pinggir. Itu terlihat dari berkurangnya anggaran belanja pemerintah pusat melalui kementerian dan lembaga (K/L), yakni dari Rp 795,48 triliun dalam APBNP 2015 menjadi Rp 780,37 triliun.

Sementara transfer daerah meningkat dari Rp 664,60 triliun menjadi Rp 782,20 triliun yang terdiri dari transfer daerah murni Rp 735,21 triliun dan dana desa Rp 46,98 triliun.

Sementara terkait target pertumbuhan 5,8-6,2%, menurutnya, masih realistis dan harus dihitung secara akumulatif sejak tahun ini. Pemerintah harus berbenah pada reformasi yang lebih berat yakni infrastruktur khususnya listrik di luar Jawa. Ini akan memperdalam sektor industri sehingga ketergantungan terhadap ekspor komoditas berkurang.

Sumber: http://www.beritasatu.com/ekonomi/300419-ekonom-rapbn-2016-cukup-realistis.html