Jakarta – Extractive Industries Transparency Initiatives (EITI) sebagai sebuah inisiatif yang mendorong keterbukaan data dan informasi sektor sumber daya alam, sekaligus menyediakan kolaborasi antar stakeholder, dapat mendorong suatu keterlibatan bersama dalam mendorong percepatan transisi energi yang berkeadilan. Dalam konteks transisi mineral, sejumlah stakeholders EITI Indonesia atas dukungan Sekretariat EITI Internasional telah menyusun kajian “Risiko Tata Kelola dalam Rantai Nilai Mineral Kritis Indonesia untuk Industri Baterai” dan kajian “Pelibatan Masyarakat dalam Transisi Energi Berkeadilan melalui Implementasi EITI di Kabupaten Morowali Utara”.
Untuk mendiseminasikan serta mendikusikan tindak lanjut kedua kajian tersebut sekaligus menghimpun masukan bagi Multi Stakeholders Group (MSG) EITI Indonesia dalam memperbaiki tata kelola SDA dan mewujudkan transisi energi sektor mineral yang adil khususnya bagi masyarakat, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia atas dukungan dari Sekretariat EITI Internasional dan USAID menyelenggarakan Diskusi Publik secara hybrid bertajuk “Mendorong Transisi Mineral Berkeadilan Melalui Pelaksanaan EITI di Indonesia” pada 30 Maret 2023 di bilangan Jakarta Pusat.
Hadir sebagai Keynote Speaker pada diskusi publik tersebut Sampe Purba, Staf ahli Bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Ketua MSG EITI Indonesia; pemapar kajian yaitu Aryanto Nugroho, Koordinator Nasional PWYP Indonesia, dan Harya Dwi Nugraha, PHD, Lead Researcher Pertamina University; serta penanggap, diantaranya adalah Djoko Widajatno, Plh Direktur Indonesia Mining Association (IMA), Astrid Debora Meliala, Wakil Masyarkat Sipil dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia, Emanuel Bria, Asia Officer Sekretariat EITI Internasional, dan Feri Kurniawan, mewakili Asisten Deputi Pertambangan, Kedeputian Bidang Investasi dan Pertambangan, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi
Natalia Soebagijo, Ketua Badan Pengarah PWYP Indonesia dalam sambutan sekaligus membuka kegiatan ini, mengingatan bahwa Indonesia sebagai produsen nickel terbesar di dunia, tentunya ingin mengeksploitasi sumber daya mineral ini untuk mendukung program pembangunannya, termasuk dalam hal mendukung percepatan transisi energi. Namun demikian, penting bagaimana mengawal rencana ambisius ini agar tidak menghasilkan dampak negatif bagi masyarakat dan tidak merusak lingkungan hidup, agar tetap menjaga sustainabilility dan berkeadilan?
Sampe Purba menyampaikan EITI Indonesia sebagai sebuah mekanisme transparasi industri ekstraktif, dimana tugas transparansi dilakukan dibawah sejumlah Kementerian dan Lembaga, diantaranya Kementerian Keuangan, dan Kementerian ESDM Republik Indonesia, dapat berperan dalam memastikan tata kelola transisi mineral di Indonesia. Peran-peran tersebut diantanya melalui transformasi pelaporan transparansi industri ekstraktif dari metode manual menuju mainstreaming systematic disclosure. Mainstreaming EITI memiliki mekanisme pelaporan perusahaan kepada pemerintah dimana pemerintah menyajikan/membuka data melalui sistem administasi pelaporan rutin pemerintahan, kemudian data secara rutin dan tersistematis disajikan kepada masyarakat sebagai proses business as usual.
Aryanto Nugroho mengungkapan bahwa kajian “Pelibatan Masyarakat dalam Transisi Energi Berkeadilan melalui Implementasi EITI di Kabupaten Morowali Utara” dilakukan untuk menemukan gap analysis antara standar EITI di tingkat global yang diadopsi di tingkat nasional dan membandingkan implementasinya di tingkat sub nasional. Terdapat beberapa komponen yang dinilai yakni (1) regulasi dan kerangka kelembagaan (2) volume dan nilai produksi (3) lisensi dan informasi perusahaan (4) anggaran daerah dan aliran pendapatan (5) kontribusi ekonomi yang lebih luas (6) dampak lingkungan dan sosial. Sejumlah temuan kajian tersebut, diantaranya, minimnya informasi terkait regulasi dan kebijakan tambang yang dapat diakses komunitas; data perizinan seperti volume, produksi, maupun dokumen AMDAL masih sulit diakses; informasi dan data terkait proyek energi terbarukan juga belum memadai.
Sementara itu, Harya Dwi Nugraha, menyampaikan sejumlah temuan kajian “Risiko Tata Kelola dalam Rantai Nilai Mineral Kritis Indonesia untuk Industri Baterai” diantaranya, pendekatan pengelolaan mineral yang saat ini terpusat menempatkan semua masalah administrasi ke pemerintah pusat yang memiliki sumber daya terbatas untuk ditangani, beresiko terhadap lemahnya pengawasan uji tuntas, pengawasan perizinan maupun penenegakan hukumnya. Selain itu, terdapat sresiko penyalahgunaan atas kemudahan berusaha yang diberikan oleh peraturan dan kebijakan saat ini.
Ferry Kuniawan, dalam tangapannya menyebut bahwa tantangan untuk sinkronisasi data di daerah perlu terus diperbaiki, harapannya melalui MSG EITI Indonesia dapat memperkuat perbaikan aspek transparansi dalam setiap proses transisi energi terutama yang berdampak ke masyarakat. Emanuel Bria menanggapi sejumlah dampak yang mungkin terjadi pada proses transisi mineral yang langsung dihadapi oleh masyarakat, prinsip Sustainable Development Goals (SDG’s) yang harus selalu menjadi rekomendasi bagaimana mendorong keterlibatan masyarakat pada proses-proses khususnya industri ekstraktif, dan transisi menuju energi bersih. Peranan EITI dalama mengakomodir stakeholders diharapkan dapat lebih mendalam sehingga laporan EITI bermanfaat bagi masyarakat, dan bangsa Indonesia.
Penulis: Chitra Regina Apris
Reviewer: Aryanto Nugroho