JAKARTA – Kinerja Direktur Jenderal Migas, I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja dan Dirjen Minerba, Bambang Gatot sangat dinanti sejumlah kalangan. Publish What You Pay (PWYP) Indonesia sebuah koalisi masyarakat sipil yang fokus terhadap isu tata kelola migas dan tambang, mengingatkan agar kedua dirjen memprioritaskan sejumlah pekerjaan rumah yang masih tertunda untuk dituntaskan.

Maryati Abdullah, Koordinator Nasional PWYP Indonesia menyebutkan, di sektor migas, dirjen baru harus menempatkan Nawa Cita sebagai pedoman pengelolaan Migas di Indonesia, terutama terkait strategi ketahanan energi dan semakin tipisnya cadangan migas nasional. “Selain itu, Dirjen Migas juga penting untuk mengawal percepatan revisi UU Migas dan memastikan seluruh subtansinya sesuai dengan konstitusi dan memiliki keberpihakan yang kuat terhadap kepentingan rakyat,”kata Maryati, Minggu (10/5).

Menurut Maryati, RUU Migas harus memuat sejumlah agenda perubahan diantaranya, model kelembagaan hulu migas yang memungkinkan adanya proses check and balances sekaligus menyesuaikan dengan mandat putusan Mahkamah Konsitutsi. Selanjutnya adalah jaminan pemenuhan hak informasi, partisipasi, dan akses masyarakat atas industri di sepanjang rantai proses industri ekstraktif, diantaranya meliputi keterbukaan kontrak KKKS, informasi lifting, penerimaan negara serta penjualan/pembelian minyak mentah yang transparan. “Pembentukan sovereign wealth funds dan petroleum fund sebagai dana dari penerimaan minyak dan gas bumi yang disisihkan dan dikelola secara akuntabel untuk mendukung agenda pemerintah bagi kesejahteraan dan pengembangan energi. Selain itu, adanya kewajiban untuk memperhatikan concern masyarakat sekitar tambang dalam pertimbangan untuk mengekstrak atau tidak mengekstrak cadangan migas, termasuk hak-hak masyarakat adat,” jelas Maryati.

Selain itu, Dirjen Migas juga harus menjadi panglima dalam upaya mencegah praktik-praktik mafia migas yang diduga bermain dalam setiap rantai nilai industri migas bari hulu maupun hilir. Salah satunya terkait praktik pemburu rente dalam pengelolaan participating interest bagi daerah. “Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) setidaknya ada 25 (dua puluh lima) kontrak blok migas yang akan habis dalam 5 (lima) tahun ke depan, sehingga ke depannya isu terkait kepentingan daerah terhadapparticipating interest akan banyak menjadi perbincangan,” tutur Maryati.

Aryanto Nugroho, Manajer Advokasi dan Jaringan PWYP Indonesia memaparkan, untuk sektor minerba yang harus menjadi fokus perhatian antara lain terkait hilirisasi dan peningkatan nilai tambah pertambangan, renegosiasi Kontrak Karya (KK), serta penataan ijin-ijin pertambangan dan penegakan standar lingkungan dan sosial dari kegiatan pertambangan. Dirjen Minerba harus segera menyelesaikan proses renegosiasi KK dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) secara transparan dan akuntabel.

Dia menambahkan, sampai dengan batas waktu renegosiasi yang diberikan UU No 4/2009 tentang Minerba, ternyata baru 1 KK yang menandatangani amandemen, 20 KK dan 21 PKP2B sepakat dan menandatangani MOU, 8 KK dan 12 PKP2B masih menyepakati sebagian dari isi MOU serta 5 KK dan 9 PKP2B yang baru sepakat draft amanademen dari total 34 KK dan 73 PKP2B. “Renegosiasi tersebut terutama terkait 6 isu strategis: luas wilayah kerja; kelanjutan operasi pertambangan; penerimaan negara; kewajiban pengolahan dan pemurnian; kewajian divestasi; kewajiban penggunaan tenaga kerja, barang dan jasa pertambangan dalam negeri,” tukas Aryanto.

Terkait dengan problem tata kelola pertambangan, Agung Budiono, Manajer Program Tata Kelola Hutan dan Lahan PWYP Indonesia mengatakan, pemerintah harus segera menuntaskan penataan 4.296 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang masih berstatus Non CNC, tumpang tindih kawasan pertambangan dengan kawasan hutan dan perkebunan sampai dengan pengawasan terhadap pelaksanaan jaminan reklamasi dan pasca tambang. Belum optimalnya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor pertambangan baik dari royalti maupun land rent juga harus mendapatkan perhatian.

“Berdasarkan hitungan PWYP Indonesia potensial lost dari pembayaran land rent tahun 2009-2013 di 12 provinsi saja mencapai Rp 919,18 milliar,” tuturnya. Selain itu, lanjut Agung, Dirjen Minerba yang baru juga harus melanjutkan kerjasama dengan KPK yang selama ini telah berjalan baik dalam koordinasi dan supervisi di sektor Minerba.

Ditambahkan Maryati, baik Dirjen Migas maupun Dirjen Minerba harus memastikan kembali pelaksanaan komitmen Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) sebagaimana dinyatakan dalam Perpres No 26 Tahun 2010 tentang Transparansi Penerimaan Negara dan Daerah yang Diterima dari Sektor Industri Ekstraktif Migas dan Pertambangan. “Kementerian ESDM memiliki peran penting untuk mengembalikan status Indonesia sebagai EITI Compliant Country yang telah dinyatakan suspend oleh Dewan EITI Internasioal pada tanggal 26 Februari 2015 karena dianggap terlambat mempublikasikan laporan EITI periode 2012-2013,” tegasnya. Penataan industri migas dan pertambangan melalui EITI telah selangkah lebih maju dalam pembukaan data-data penerimaan negara dan daerah, inisiatif yang digawangi oleh Kemenko Perekonomiaan ini bahkan juga telah melakukan publikasi data produksi, DMO dan juga penerimaan pajak per perusahaan migas dan tambang. Akses lebih lengkap tentang EITI dapat diperoleh melalui www.eiti.ekon.go.id.

Contact Person:

Lihat dan download Siaran Pers ini lewat slideshare.