JAKARTA – Menteri BUMN Rini Soemarno mengangkat Budi Gunadi Sadikin menjadi Dirut PT PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) (Persero) menggantikan dirut sebelumnya Winardi Sunoto. Penyerahan surat keputusan pengangkatan Budi Gunadi Sadikin dilakukan di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (14/9).

Budi Gunadi Sadikin diangkat sebagai Direktur Utama berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham. Pengangkatan Budi merupakan bagian dari pembentukan holding BUMN Pertambangan. Pasalnya Inalum bakal menjadi induk holding tersebut. Pembentukan holding ini antara lain guna mencaplok 51% saham PT Freeport Indonesia yang dilepas melalui divestasi.

Menteri BUMN Rini Soemarno menilai Budi Gunadi Sadikin sebagai sosok yang mumpuni memimpin PT Inalum. “Justru karena mumpuni di bidang keuangan. Dia sudah jadi pimpinan Bank Mandiri yang cukup lama jadi pengalamannya cukup luas. Dan kalau di perbankan pengetahuannya di berbagai sektor termasuk pertambangan juga tinggi. Dia tahu bagaimana harus memperbaiki sektor pertambangan selain juga mengerti keuangan,” ungkapnya.

Pengamat energi Fahmy Radhy mengatakan terpilihnya Budi menggantikan Winardi memiliki dua tujuan. Pertama memang terkait percepatan pembentukan Holding BUMN Pertambangan. Kemudian tugas kedua yakni guna memperbaiki kinerja Inalum. “Pengangkatan Budi Gunawan Sadikin untuk memperbaiki kinerja Inalum, yang akhir-akhir ini mulai terpuruk,” kata Fahmy kepada Investor Daily.

Fahmy menuturkan Budi yang merupakan mantan Dirut Bank Mandiri memang pernah sukses menaikkan kinerja Mandiri. Hanya saja dia menyangsikan hal tersebut bakal terjadi di Inalum. Pasalnya Budi tidak memiliki pengalaman dalam mengelola bisnis sektor pertambangan. Menurutnya bila kinerja Inalum gagal didongkrak dikhawatirkan bakal berimbas pada pembentukan Holding. “Kalau kemudian gagal menaikkan kinerja Inalum dikhawatirkan mengganggu pembentukan Holding BUMN Tambang, yang akan membeli saham 51% Freeport,” ujarnya.

Dikatakannya Budi pernah menjabat sebagai Staf Khusus Menteri BUMN yang tentunya mengikuti pembahasan pembentukan holding dan strategi mencaplok saham Freeport. Namun menurutnya hal tersebut belum 100% menjamin kesuksesan baik dalam membentuk Holding maupun terkait divestasi. “Jangan karena kedekatan dengan Rini, lalu Budj ditunjuk sebagai Dirut Inalum,” ujarnya.

Divestasi 51% saat ini sedang dimatangkan di Kementerian BUMN. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Divestasi merupakan salah satu poin negosiasi perubahan status Kontrak Karya PT Freeport Indonesia menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu sudah bersedia melepas 51% saham melalui divestasi. Kini Kementerian BUMN dan Freeport tengah membahas detil rencana pelepasan mulai dari waktu hingga harga saham tersebut.

Secara terpisah, Koordinator Publish What You Pay Maryati Abdullah mengungkapkan Holding BUMN Pertambangan merupakan pihak yang tepat dalam mengambil saham Freeport. Dia bilang dengan Holding maka hanya ada satu entitas dalam susunan pemegang saham. Dengan begitu hanya ada satu suara pemerintah saja dalam mengambil keputusan kelak. Berbeda jika 51% saham tersebut dikuasai dalam bentuk konsorsium. Hal ini malah membuat banyak intentitas di dalamnya yang malah bisa membuat rumit proses pengambilan keputusan. “Divestasi Itu bicara pengendalian. 51% itu satu entitas atau banyak? Idealnya ini dimiliki pemerintah melalui holding BUMN. Jadi satu entitas dan satu suara,” ujarnya.

Maryati mengkritisi langkah pemerintah dalam bernegosiasi dengan Freeport. Seharusnya pemerintah harus terlebih dahulu memiliki skema apakah operasi Freeport diperpanjang atau tidak pasca 2021. Menurutnya hal itu menjadi acuan dalam menentukan langkah selanjutnya. Bukan seperti saat ini dimana tercapai kesepakatan dengan Freeport namun sebatas lisan. Dia pun meminta Freeport segera membangun smelter tanpa menunggu proses divestasi selesai. Pasalnya pembangunan smelter merupakan amanat dalam KK yang wajib dijalankan. “Kalau nunggu divestasi selesai sama saja pembangunan smelter menggunakan dana dari pemerintah,” ujarnya.

Sementara itu Pengamat Hukum Sumber Daya Alam dari Universitas Tarumanagara Ahmad Redi menyebut sebenarnya pemerintah tidak perlu mengeluarkan sepeserpun dalam menguasai Freeport. Hal itu dilakukan dengan tidak memperpanjang operasi Freeport. Namun ternyata upaya ini tidak bakal ditempuh oleh Pemerintah. Oleh sebab itu dia menyarankan pemerintah agar tidak membeli 51% saham itu. Pasalnya cadangan mineral di Tembagapura, Papua adalah milik negara. Jadi merujuk pada pasal 33 UUD 45 maka itu dikuasai negara dan digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. “Ibaratnya orang sewa tanah kita. Giliran kontraknya habis kok malah kita yang disuruh membeli,” ujarnya. (rap)

 

Sumber: beritasatu.com