JAKARTA, KOMPAS — Ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat berpotensi membuat harga minyak mentah melonjak. Sebagai negara pengimpor bersih minyak, kondisi fiskal Indonesia akan mengalami dampak lonjakan harga minyak secara langsung.
Dampak tersebut antara lain berupa defisit neraca perdagangan dan pembengkakan subsidi energi.
”Harus ada antisipasi dari pemerintah sebagai dampak ketegangan Iran dan Amerika Serikat yang merupakan dua negara produsen besar minyak di dunia. Antisipasi itu berupa langkah taktis mengelola fiskal negara akibat pergerakan harga minyak dunia,” kata Koordinator Publish What You Pay Indonesia Maryati Abdullah saat dihubungi, Minggu (12/1/2020), di Jakarta.
Mengacu pada laman Bloomberg, harga minyak mentah Brent menyentuh 68,91 dollar AS per barel pada pekan lalu. Kemarin, harga minyak mentah Brent 64,98 dollar AS per barel, sedangkan jenis WTI 59,04 dollar AS per barel.
Harga minyak mentah Brent, yang kerap digunakan sebagai acuan harga minyak mentah di Eropa dan Asia, tersebut di atas harga acuan pemerintah dalam APBN 2020, yakni 63 dollar AS per barel.
Menurut Maryati, lonjakan harga minyak dunia akan menekan neraca perdagangan migas nasional yang kerap defisit dalam beberapa waktu terakhir. Keuangan negara juga semakin terbebani untuk anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji. Apalagi, porsi subsidi BBM dan elpiji lebih besar ketimbang subsidi untuk jenis energi lain, yaitu listrik.
”Langkah lain, perlu efisiensi penggunaan BBM dan elpiji agar beban subsidi bisa dihemat, meningkatkan kinerja produksi minyak dalam negeri, serta menggalakkan penggunaan sumber energi terbarukan,” ujar Maryati.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan migas defisit 12,697 miliar dollar AS pada 2018. Pada Januari-November 2019, neraca perdagangan migas defisit 8,309 miliar dollar AS.
Perlu efisiensi penggunaan BBM dan elpiji agar beban subsidi bisa dihemat.
Pergerakan harga
Menurut Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto, pemerintah sudah terbiasa menghadapi pergerakan harga minyak mentah dunia. Harga minyak mentah dunia yang sempat di atas 100 dollar AS per barel hingga anjlok di bawah 40 dollar AS per barel memberi pengalaman bagi pemerintah mengenai pengelolaan fiskal.
”Harga minyak sempat 70 dollar AS per barel, kemudian turun lagi. Artinya, (harga minyak yang tinggi) itu hanya sekejap. Kalau kemudian stabil tinggi, kami akan berbicara dengan Kementerian Keuangan dan DPR tentang opsi perubahan asumsi harga minyak dalam APBN,” tutur Djoko.
Pada 2013 hingga awal 2014, harga minyak mentah dunia sempat melampaui 100 dollar AS per barel. Menjelang akhir 2014, harga minyak dunia merosot menjadi kurang dari 40 dollar AS per barel. Mulai 2017, harga minyak mencari keseimbangan baru di level 60-an dollar AS per barel.
Dalam keterangan resmi, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan, subsidi energi, yakni BBM, elpiji, dan listrik, pada 2020 dipatok Rp 125,3 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari subsidi BBM dan elpiji senilai Rp 70,5 triliun serta subsidi listrik Rp 54,8 triliun. Adapun kontribusi penerimaan negara bukan pajak dari sektor ESDM pada 2019 sebesar Rp 172,9 triliun atau lebih rendah dari realisasi 2018 yang sebesar Rp 217,8 triliun.
”Realisasi subsidi energi pada 2019 yang sebesar Rp 135,4 triliun itu lebih rendah dari patokan APBN 2019 yang sebesar Rp 160 triliun,” ujar Arifin.
Kinerja produksi siap jual (lifting) minyak pada 2019 sebesar 746.000 barel per hari, di bawah target 775.000 barel per hari. Tahun ini, pemerintah menargetkan lifting minyak 755.000 barel per hari.