JAKARTA, KOMPAS — Indonesia perlu mengalokasikan dana minyak dan gas untuk membiayai eksplorasi penemuan cadangan baru. Dana itu bisa juga dialokasikan untuk belanja infrastruktur sektor migas, termasuk pengembangan energi terbarukan. Publish What You Pay Indonesia, sebuah koalisi masyarakat sipil untuk transparansi dan akuntabilitas sumber daya ekstraktif, mendukung pengalokasian dana minyak dan gas bumi (migas) dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Dana tersebut dibutuhkan, salah satunya, untuk pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Ketua Divisi Advokasi dan Jaringan pada Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Aryanto Nugroho mengatakan, dalam rapat pemberian usulan dari masyarakat sipil untuk revisi UU No 22/2001 akhir pekan lalu, pihaknya mendorong agar ada klausul mengenai pengalokasian dana migas (petroleum fund) dan dana cadangan migas. Kedua sumber dana dan penggunaannya dibedakan. ”Dana migas dialokasikan dari pendapatan negara di sektor migas.
Adapun dana cadangan migas, yang pembelanjaannya di daerah, bisa diambil dari dana bagi hasil migas atau dividen yang diperoleh dari penyertaan modal daerah pada sebuah wilayah kerja migas,” ujar Aryanto, Minggu (30/7), di Jakarta. Dana migas yang terkumpul, lanjut Aryanto, dibelanjakan untuk pembiayaan eksplorasi dalam rangka penemuan cadangan migas yang baru. Adapun dana cadangan migas lebih dikhususkan bagi stabilitas ekonomi lokal, khususnya daerah penghasil migas. Salah satu daerah yang berhasil memanfaatkan dana cadangan migas adalah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Daerah tersebut mendapat keuntungan dengan keberadaan lapangan minyak Banyu Urip di Blok Cepu yang menghasilkan minyak sedikitnya 165.000 barrel per hari itu.
Pemberdayaan masyarakat
Bojonegoro berhasil mengumpulkan dana yang dialokasikan sebagai dana cadangan sebesar Rp 100 miliar pada 2016. Dana itu disimpan dan hanya dimanfaatkan bunganya saja, yaitu untuk pengembangan sumber daya manusia maupun pengembangan usaha kecil dan menengah di Bojonegoro. Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Golkar Satya Widya Yudha setuju dengan rencana alokasi dana migas dibahas dalam revisi UU No 22/2001. Menurut dia, DPR yang menjadi inisiator revisi UU, juga turut mengusulkan pengumpulan dana migas sebagai solusi di tengah minimnya dana pemerintah dalam usaha pencarian cadangan migas baru.
”Kami mengusulkan agar ada dana migas yang dikumpulkan dari penerimaan negara sektor migas. Selama ini, pembiayaan penemuan cadangan sangat minim,” ujar Satya. Secara spesifik, belum ada pembahasan siapa yang akan mengelola dana tersebut. Namun, ia berpendapat tak masalah apabila Kementerian ESDM, selaku kementerian teknis sektor energi yang mengelola pengumpulan dana migas tersebut. Wacana pengalokasian dana mengemuka sejak awal 2015. Saat itu, pemerintah berencana memungut dana Rp 200 per liter dari setiap penjualan bahan bakar minyak jenis premium dan Rp 300 per liter dari setiap penjualan solar. Pemerintah merujuk pada UU No 30/2007 tentang Energi.
Sumber: Kompas Pressreader