Meski Indonesia telah menunjukkan komitmen mengatasi krisis iklim melalui target nol emisi pada 2060 dan pembahasan RUU Energi Baru Terbarukan, pelanggaran HAM, khususnya terhadap perempuan, masih menjadi tantangan besar. Perempuan, penyandang disabilitas, masyarakat adat, dan kelompok rentan lainnya sering tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, meski mereka paling terdampak oleh kebijakan transisi energi. Kebijakan yang sensitif terhadap hak asasi manusia, termasuk hak perempuan, sangat dibutuhkan untuk mendorong transisi energi yang adil dan inklusif.

Prinsip keadilan rekognitif, distributif, prosedural, dan remedial menjadi panduan penting untuk mewujudkan transisi energi yang lebih adil. Kebijakan harus memastikan pengakuan atas pengalaman perempuan, distribusi manfaat yang setara, keterlibatan mereka dalam proses pengambilan keputusan, dan mekanisme pemulihan bagi pihak yang dirugikan.

Dengan menerapkan prinsip ini, kebijakan transisi energi tidak hanya berorientasi pada ekonomi, tetapi juga berkontribusi pada kesetaraan dan keberlanjutan, sehingga semua kelompok masyarakat dapat menikmati manfaat pembangunan secara setara 👐🏼🫶🏼🌱

#16HAKTP
#LBHAPIK


Bagikan