Keterlibatan dan partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan dalam pengawasan kegiatan pertambangan, mengingat aktivitas pertambangan dapat memicu terjadinya kerusakan lingkungan, serta berdampak langsung terhadap kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar tambang. Hal ini juga berlaku bagi masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Provinsi NTB adalah salah satu provinsi penghasil tambang, terbesar di Indonesia dengan 271 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Provinsi NTB per tahun 2019 (ESDM Provinsi NTB, 2019).
Untuk melakukan pengawasan kegiatan pertambangan, selain harus dibekali dengan pengetahuan terkait jenis-jenis kewajiban perusahaan tambang, masyarakat juga perlu mendapatkan informasi terkait perizinan tambang yang beroperasi di daerahnya. Dengan dimilikinya pengetahuan akan kewajiban dan informasi perizinan perusahaan tambang, masyarakat akan dapat memantau aktivitas pertambangan apakah melakukan praktik pertambangan yang baik (good mining practices) atau belum, aktivitas pertambangannya memiliki izin atau tidak, dan apakah menimbulkan kerusakan lingkungan yang berdampak pada aspek mata pencaharian dan kesehatan masyarakat.
Dalam Perda Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pertambangan di Provinsi NTB, sudah memberikan ruang untuk partisipasi masyarakat khususnya terkait Perlindungan, Pengembangan, dan Pemberdayaan Masyarakat, dan Pengembangan Usaha Lokal. Bahkan, pada pasal 52 ayat 1 sudah dinyatakan secara eksplisit bahwa masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan usaha pertambangan berhak memperoleh ganti rugi yang layak atau dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan. Hal ini adalah angin segar bagi masyarakat dan bagi perbaikan tata kelola pertambangan di NTB. Perda ini menciptakan dan memberikan ruang untuk terbentuknya kolaborasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat dalam pengawasan pertambangan di Provinsi NTB.
Untuk mendorong adanya partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi aktivitas pertambangan, pada tanggal 21 November 2019 lalu, PWYP Indonesia bersama dengan SOMASI NTB telah menyelenggarakan kegiatan pelatihan terkait pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan aktivitas pertambangan sekaligus memahami instrumen pengawasan serta pertukaran pengalaman dengan komunitas Kendeng yang juga sudah memiliki banyak pengalaman dalam melakukan pengawasan kegiatan pertambangan. Kegiatan ini setidaknya dihadiri oleh masyarakat dari empat desa sekitar tambang yaitu Desa sekotong, Taman Ayu, Peringga Rata, dan Narmada.
Dwi Arie Santo, Koordinator SOMASI NTB menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengawasan pertambangan sangat penting, karena selain hak masyarakat ini sudah dijamin dalam undang-undang, juga masyarakat dan lingkungan sekitarnya yang paling dekat dengan dampak aktivitas pertambangan. “Kalau bukan kita dan masyarakat sekitar tambang yang peduli dan tergerak untuk melakukan pemantauan dan pengawasan pertambangan, lalu siapa lagi. Padahal dampak negatif dari maraknya tambang ilegal di NTB sudah banyak terlihat dan dirasakan oleh masyarakat”, Ungkap Aris.
Ali Muttohar, perwakilan dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), yang hadir untuk berbagi pengalaman terkait strategi dan aktivitas pemantauan dan pengawasan aktivitas pertambangan di Kendeng, juga membagikan pengetahuan terkait instrumen pemantauan yang selama ini digunakan oleh warga di Kendeng.
“Saya Bersama masyarakat melakukan pemantauan kegiatan pertambangan di Kendeng menggunakan aplikasi KoboCollect. Aplikasi ini selama ini cukup membatu kami dalam memberikan titik lokasi pemantauan yang kami lakukan karena di dalamnya sudah menggunakan GPS, sehingga jika kami mendapatkan temuan ada pelanggaran aktivitas pertambangan maka titik pelanggarannya akan jelas dengan menggunakan aplikai ini”, ujar Ali Muttohar yang akrab disapa dengan nama “Nopet”.
Respon masyarakat peserta latihan ini sangat antusias, khususnya mendengar cerita pengalaman dari masyarakat Kendeng dalam memperjuangkan hak masyarakat dan lingkungan di Pegunungan Kendeng, serta pengalaman dalam melakukan pemantauan kegiatan pertambangan dengan menggunakan aplikasi.
Meliana Lumbantoruan, Manajer Program PWYP Indonesia, menyampaikan agar masyarakat tidak perlu khawatir dan takut dalam melakukan pemantauan dan pengawasan aktivitas pertambangan, karena secara undang-undang hak masyarakat dijamin dan dari aturan Perda Provinsi NTB No. 9 tahun 2019 juga sudah jelas dinyatakan bahwa masyarakat didorong untuk berpartisipasi dalam pengawasan pertambangan. “Hasil pantauan dan pengawasan masyarakat ini akan kita sampaikan ke pihak-pihak terkait, untuk dapat mengambil tindakan dan kebijakan konkret guna memperbaiki tata kelola pertambangan di Provinsi NTB”, lanjut Meliana.
Para peserta pelatihan ini diharapkan mampu dan mau melakukan pemantauan dan pengawasan pertambangan di daerah dan desa mereka masing-masing dengan bekal pengetahuan yang sudah mereka dapatkan dari pelatihan ini. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan pelatihan ini, maka di masa mendatang akan diadakan pertemuan rutin warga komunitas untuk membahas hasil temuan dan pemantauan, serta berbagi pengalaman, hambatan serta tantangan yang dihadapi. Harapannya, hasil temuan dari masyarakat ini dapat membantu pemerintah Provinsi NTB untuk memperbaiki tata kelola pertambangan, kelestarian lingkungan dan perbaikan kualitas hidup masyarakat sekitar tambang. (ML)