TEMPO.CO, Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Minerba mendesak Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR menghentikan pembahasan draf rancangan undang-undang mineral dan batu bara lantaran dianggap kejar tayang. Koalisi juga meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi menarik kembali daftar inventarisasi masalah atau DIM draf RUU.
Koalisi menilai pembahasan RUU yang dilakukan di Komisi VII sarat kepentingan. Manajer Advokasi dan Pengembangan Program Publish What You Pay atau PWYP Indonesia Aryanto Nugroho mengatakan ada potensi “kesepakatan trade off” dalam pembahasan RUU Minerba.
“Pembahasan RUU Minerba yang sangat cepat ini jangan sampai menjadi paket kilat yang ujungnya hanya untuk kepentingan segelintir pihak semata,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat, 26 Juli 2019.
Menurut dia, pembahasan RUU Minerba bukan didasari kepentingan politik, namun mesti digagas lantaran adanya semangat membenahi tata-kelola, mulai hulu hingga hilir. Adapun koalisi mengatakan pembahasan RUU Minerba mesti transparan, terbuka, dan melibatkan partisipasi masyarkat secara luas.
“Jangan hanya pemerintah dan pelaku usaha yang dilibatkan dalam pembasan RUU Minerba ini,” ujarnya. Dalam hal perembukan rancangan undang-undang, dewan mesti menyertakan akademikus, lembaga non-pemerintah, dan masyarakat terdampak.
Pada Minggu, 18 Juli lalu, Komisi VII DPR memulai agenda pembicaraan tingkat 1 draf RUU Minerba. DPR juga membahas daftar inventarisasi masalah atau DIM yang sebelumnya diajukan pemerintah.
Rapat itu dihadiri Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Rapat menghasilkan keputusan mempercepat penyelesaian RUU Minerba sebelum masa jabatan anggota DPR 2014-2019 berakhir.
Menurut koalisi, selain ada kepentingan terkait masa jabatan, RUU dikebut diduga untuk mengakomodasi upaya perpanjangan sejumlah perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang sudah dan akan berakhir dalam waktu dekat.
Dalam RUU Minerba, koalisi melihat adanya pengubahan secara subtantif dari pasal 169 UU Minerba yang berlaku saat ini. Dalam RUU, pemerintah akan memperpanjang secara otomatis izin untuk pemegang perjanjian karya pengusaha tambang batubara selama dua kali 10 tahun.
Kepala kampanye JATAM, Melky Nahar, mengatakan, dengan demikian, RUU Minerba tidak berpihak pada keselamatan rakyat. RUU juga berpotensi menambah perluasan pembongkaran komoditas tambang baru. “Lebih dari 90 persen isi RUU ini juga lebih banyak membahas proses perizinan dan pengusahaan tambang,” ujarnya.