Skip to content

Jakarta – Koalisi Forum Pajak Berkeadilan Indonesia (FPBI) menyusun White Paper Agenda Reformasi Pajak: Jalan Menuju Keadilan Pajak dan Pemerataan Ekonomi. Secara rinci white paper ini membahas tentang masalah dan tantangan dalam sistem pajak, prinsip-prinsip reformasi pajak untuk keadilan ekonomi dan sosial, praktik internasional dalam reformasi pajak serta strategi implementasi reformasi pajak untuk Indonesia. 

Meliana Lumbantoruan sebagai salah satu penulis white paper tersebut menjelaskan sejumlah persoalan pajak saat ini, yang menjadi bagian isi white paper tersebut. Rasio pajak Indonesia yang stagnan di bawah 15% selama lebih dari dua dekade, menjadi cerminan lemahnya kemampuan negara dalam memobilisasi sumber daya domestik, untuk membiayai pembangunan. 

Ketergantungan yang tinggi pada utang untuk menutup defisit anggaran, tak hanya mempersempit ruang fiskal, tetapi juga meningkatkan kerentanan ekonomi nasional, terutama ketika pembiayaan infrastruktur dan pengeluaran wajib terus meningkat.

Masalah struktural ini menjadi semakin mendesak ketika dikaitkan dengan pilihan-pilihan kebijakan yang tidak selalu berpihak pada keadilan. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan pemberlakuan kembali kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty), menunjukkan bahwa orientasi sistem perpajakan masih lebih condong pada efisiensi jangka pendek, daripada pembenahan struktural yang berkeadilan. Dalam konteks ini, Meliana yang merupakan Deputi Direktur PWYP Indonesia, menekankan pentingnya menata ulang arah reformasi perpajakan agar lebih progresif dan adil. 

“Kemampuan negara dalam memobilisasi pajak masih terbatas, sementara beban utang terus meningkat. Oleh karena itu, reformasi perpajakan ke depan tidak boleh hanya berfokus pada mengejar penerimaan, tapi juga harus menyasar ketimpangan melalui kebijakan berbasis keadilan, seperti pajak kekayaan untuk kelompok super kaya dan evaluasi insentif fiskal yang tidak tepat sasaran,” katanya. 

Ia melanjutkan, isu keadilan pajak tidak hanya menjadi agenda nasional, tapi juga bagian dari perdebatan global. Tahun 2024, forum G20 di Brasil mulai secara terbuka membahas pajak global untuk miliarder, termasuk skema pajak kekayaan (global minimum wealth tax). Namun, Indonesia belum memiliki kerangka hukum untuk pengenaan pajak terhadap individu dengan kekayaan sangat tinggi, padahal potensi penerimaannya besar.

Ia melanjutkan, isu keadilan pajak tidak hanya menjadi agenda nasional, tapi juga bagian dari perdebatan global. Tahun 2024, forum G20 di Brasil mulai secara terbuka membahas pajak global untuk miliarder, termasuk skema pajak kekayaan (global minimum wealth tax). Namun, Indonesia belum memiliki kerangka hukum untuk mengenakan pajak terhadap individu dengan kekayaan sangat tinggi, padahal potensi penerimaannya besar.

Sebagai bagian dari Coordinating Committee Tax and Fiscal Justice Asia (TAFJA), Meliana juga melihat pentingnya Indonesia memainkan peran strategis dalam mendorong agenda perpajakan global yang lebih adil.

“Dalam konteks Asia, kesenjangan fiskal dan praktik penghindaran pajak lintas negara telah menyebabkan negara-negara berkembang kehilangan triliunan dolar tiap tahun. Indonesia harus menjadi motor advokasi untuk regulasi pajak global yang adil dan partisipatif, termasuk mendorong pembentukan Konvensi Pajak PBB yang mengakomodasi kepentingan negara-negara Global South,” jelasnya.

Senada dengan yang disampaikan Meli, Hendri yang juga perwakilan OMS dan salah satu penyusun white paper dalam diskusi white paper  yang bertajuk Proposal Kebijakan Pajak Berkeadilan: Reformasi Kelembagaan, Basis Pajak, dan Redistribusi di Jakarta, 27 Mei 2025. Ia menekankan mengenai tata kelola sistem pajak. Menurutnya, transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan pajak adalah fondasi utama untuk membangun sistem perpajakan yang adil, berkelanjutan, dan dipercaya masyarakat. Dengan memperkuat fiscal transparency, pemerintah dapat meningkatkan voluntary tax compliance serta legitimasi kebijakan perpajakan secara keseluruhan. Reformasi perpajakan tidak cukup berhenti pada sisi pemungutan. Kepercayaan publik dibangun di titik penggunaan dana pajak.

Terdapat empat tantangan yang bersifat struktural dalam tata kelola pajak. Yakni; tax ratio yang masih rendah dan kepatuhan pajak belum optimal basis pajak belum meluas; sektor informal belum terjangkau maksimal; penghindaran pajak dan aliran keuangan ilegal (illicit financial flows) masih tinggi; praktik suap di lingkungan pajak terus terungkap mengakibatkan turunnya kepercayaan publik.

Berkaitan dengan sistem perpajakan, Hendri menyampaikan sejumlah rekomendasi. Yaitu peningkatan transformasi digital dan otomatisasi, penguatan posisi Indonesia dalam negosiasi global, peningkatan kapasitas sumber daya manusia DJP, penguatan akuntabilitas pegawai pajak, penyusunan rencana aksi reformasi yang terukur, penyesuaian kebijakan tarif yang berkeadilan, pembentukan forum konsultasi publik, pembentukan satuan tugas anti-penghindaran pajak, peningkatan transparansi dan publikasi data fiskal, penguatan basis data dan analisis sektoral. 

PWYP Indonesia bersama aliansi Forum Pajak Berkeadilan Indonesia (FPBI) melalui White Paper Reformasi Pajak 2025 menyerukan agar reformasi pajak mencakup tiga pilar utama: (1) perluasan basis pajak progresif, termasuk pajak kekayaan dan pajak karbon; (2) penguatan administrasi dan penegakan hukum perpajakan; serta (3) peningkatan transparansi dan partisipasi publik dalam perumusan kebijakan fiskal.

Langkah ini bukan hanya soal mengejar target penerimaan jangka pendek, melainkan menyusun ulang fondasi fiskal Indonesia agar berkelanjutan, adil, dan mampu mendanai pembangunan yang inklusif serta tangguh menghadapi krisis global.

Secara keseluruhan, white paper yang disusun FPBI memberikan rekomendasi kebijakan pada pemerintah. Ada 10 rekomendasi yang disampaikan, yaitu;

  1. Pemerintah perlu melakukan reformasi pajak dengan memprioritaskan peningkatan transformasi digital dan otomatisasi dalam sistem perpajakan.
  2. Pemerintah perlu lebih aktif melakukan negosiasi internasional dalam rangka membangun sistem perpajakan yang lebih adil bagi negara-negara berkembang.
  3. Pemerintah dan/atau otoritas pajak perlu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di bidang perpajakan.
  4. Kementerian Keuangan dan/atau otoritas harus menetapkan prosedur yang jelas untuk meningkatkan akuntabilitas pegawai pajak.
  5. Kementerian Keuangan dan/atau otoritas pajak perlu menyusun rencana aksi yang komprehensif dan terukur, lengkap dengan indikator kinerja, untuk memastikan bahwa reformasi pajak selaras dengan tujuan pembangunan nasional. 
  6. Pemerintah atau Kementerian Keuangan dan DPR RI perlu menambahkan ketentuan tarif progresif dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), serta memperkenalkan tarif baru untuk pajak kekayaan bagi individu dengan penghasilan di atas ambang tertentu. 
  7. Kementerian Keuangan dan/atau otoritas pajak perlu membentuk forum konsultasi publik yang melibatkan organisasi masyarakat sipil, masyarakat dan pelaku usaha dalam perumusan kebijakan perpajakan. 
  8. Otoritas pajak / DJP perlu membentuk satuan tugas khusus yang fokus pada pemeriksaan dan investigasi kasus penghindaran pajak. 
  9. Otoritas pajak / DJP bekerja sama dengan lembaga independen, harus melakukan evaluasi dan penyajian data perpajakan secara transparan. 
  10. Otoritas pajak / DJP bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS), harus memperkuat ketentuan dalam UU No. 28 Tahun 2007 agar DJP dapat menyusun dan menerbitkan laporan tahunan mengenai analisis kepatuhan dan perubahan pendapatan pajak berdasarkan sektor. (ML/LS)

Unduh White Paper di : https://bit.ly/4kdteIw?r=qr 

 


Share

We use cookies from third party services to offer you a better experience. Read about how we use cookies and how you can control them by clicking "Privacy Preferences".

Privacy Preference Center