Siaran Pers PWYP Indonesia
Untuk dipublikasikan pada 22 Oktober dan setelahnya
Jakarta—Presiden Jokowi dalam pidato resminya sesaat setelah dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia Periode 2019-2024 pada hari Minggu (20/10/2019), menyampaikan visi menuju 100 tahun Indonesia Merdeka di tahun 2045, yang berhasil keluar dari jebakan negara pendapatan kelas menengah (middle income trap), dengan tingkat kemiskinan yang mendekati 0 (nol) persen. Presiden Jokowi juga menyampaikan 5 (lima) hal yang menjadi program kerja pemerintahannya hingga 2024 mendatang, yaitu perbaikan sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur, perbaikan regulasi, penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi.
Terkait dengan langkah Pemerintahan Jokowi yang memprioritaskan transformasi ekonomi dari ketergantungan pada Sumber Daya Alam (SDA) menjadi ekonomi berbasis daya saing manufaktur dan jasa modern yang memiliki nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa, Maryati Abdullah, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menyampaikan, meskipun bukan merupakan hal baru, Penekanan pada transformasi ekonomi tersebut patut diapresiasi, di tengah sulitnya Indonesia keluar dari ketergantungan ekonomi berbasiskan SDA, khususnya komoditas bahan mentah. Tidak ada kata terlambat untuk memulai, yang dibutuhkan saat ini adalah keberanian, ketegasan dan komitmen Pemerintah agar Indonesia bisa terhindar dari Kutukan Sumberdaya Alam (Resource Curse).
Maryati mengungkapkan komitmen Presiden Jokowi terkait transformasi ekonomi dari ketergantungan SDA harus tercermin dalam kebijakan fiskal, terutama dalam mengendalikan defisit fiskal melalui pengurangan impor bahan bakar fosil-seraya melakukan efisiensi konsumsi bahan bakar, rasionalisasi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), serta diversifikasi energi bersih terbarukan yang mendukung pembangunan berkelanjutan.
“Demikian halnya dengan untuk pengembangan sektor hilir dari sumber daya mineral dan pertambangan yang bernilai tambah tinggi dan kompetitif, diperlukan kepastian regulasi dan birokrasi yang bersih, namun dengan tetap memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang baik dan berkelanjutan. Karna jika daya dukung lingkungan tidak dipertimbangkan, maka bukan benefit yang akan didapat, melainkan jebakan kutukan SDA yang sangat menghambat kemajuan bangsa dan negara kita,” terang Maryati.
PWYP Indonesia mengingatkan bahwa transformasi ekonomi dari ketergantungan SDA akan sulit dicapai jika tidak diikuti oleh tata kelola pemerintahan yang baik, yang mengedepankan transparansi, akuntabilitas, penegakan hukum dan anti-korupsi, sebagai prasyarat utamanya. Ekosistem politik dan ekosistem ekonomi yang kondusif, harus didukung oleh kelembagaan yang efisien, bersih dan kuat, termasuk diperlukannya lembaga penegak hukum dan anti-korupsi yang kuat.
“Sayangnya, langkah Presiden Jokowi yang tak kunjung segera menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang atas Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perppu UU KPK) justru tidak mendukung upaya perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik. Padahal keberadaan KPK selama ini dengan salah satunya Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam (GNPSDA) justru mendorong perbaikan tata kelola SDA, menertibkan kepatuhan perusahaan dalam pembayaran pajak dan penerimaan negara, serta mendorong tata kelola SDA yang beriorientasi pada pembangunan berkelanjutan, jelas Maryati.”
PWYP Indonesia juga mengingatkan bahwa tantangan terbesar dalam mendorong tranformasi ekonomi dari ketergantungan SDA adalah upaya keluar dari oligarkhi politik yang cenderung menikmati “rente” dari ekonomi SDA yang eksploitatif. Bahkan penguasaan oligarkhi politik di sektor ini adalah jenis oligarkhi politik yang sempurna, struktural dan sistematis yang terbentuk dari “korupsi politik” antara pejabat, pengusaha dan aparat penegak hukum atau yang lebih dikenal dengan “State Capture Corruption”.
“Keberadaan oligarkhi politik justru menciptakan kesenjangan ekonomi dan bertentangan dengan tujuan pencapaian keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kredibilitas dan integritas kebijakan yang bebas dari ‘konflik kepentingan’ (conflict of interest) harus benar-benar tercipta dalam sistem birokrasi, pengambilan kebijakan, dan pelaksanaan program dan proyek-proyek pembangunan, jelas Maryati.”
Dalam pidatonya Presiden Jokowi juga menekankan adanya potensi bonus demografi yang dimiliki Indonesia yang harusnya dapat menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kualitas dan talenta SDM yang unggul. Tugas pemerintah selanjutnya adalah menciptakan inovasi dan lapangan pekerjaan baru, serta dukungan bagi unit ekonomi menengah ke bawah merupakan aspek yang harus ditopang oleh program redistribusi ekonomi yang efektif, terintegrasi dan sistematis. Tentu saja SDM yang mendukung bagi pencapaian transformasi ekonomi dari ketergantungan SDA.
PWYP Indonesia juga mencatat Pidato Presiden Jokowi masih berkutat pada upaya mendorong kemudahan berinvestasi, baik dalam bentuk deregulasi aturan maupun penyederhaan perizinan. Namun masih belum nampak keberpihakannya terutama terhadap isu energi, lingkungan dan SDA yang berkelanjutan maupun upaya mitigasi resiko terkait tata kelola pemerintahan yang baik, sebagai pra syarat transformasi ekonomi dari ketergantungan SDA.
“PWYP menyayangkan isu SDA dan Lingkungan Hidup makin ke sini makin tereduksi, terutama jika diamati pergeseran sejak dari Dokumen Visi Misi Debat Calon Presiden dan Wakil Presiden 2019, ke Pidato Presiden Jokowi “Satu Indonesia” setelah pengumuman kemenangan pemilu oleh KPU, dan Pidato kali ini “Pasca Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2019,” ungkap Maryati.
PWYP Indonesia berharap, daya dukung dan daya tampung lingkungan berkelanjutan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam dan sektor ekonomi strategis tidak ditinggalkan, demikian halnya dengan transparansi-akuntabilitas dan penanggulangan korupsi, serta penguatan kelembagaan dan penurunan konsep yang kuat dalam transformasi ekonomi yang konsisten untuk kemakmuran bangsa, demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Contact Person:
Maryati Abdullah: maryati@pwypindonesia.org / sekretariat@pwypindonesia.org