Jakarta – Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2019 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Maju Periode Tahun 2019-2024, pemerintah melakukan pergeseran tugas dan fungsi pada beberapa Kementerian/Lembaga (K/L). Salah satunya adalah pergeseran pengelolaan inisiatif Extractive Industries Transparency Initiatives (EITI) Indonesia dari Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian ke Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi dalam rangka keberlanjutan pelaksanaan transparansi industri ekstraktif di Indonesia.

Berdasarkan salinan surat dari Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi kepada Menko Bidang Perekonomian, didapatkan informasi bahwa saat ini pengelolaan EITI Indonesia telah dilimpahkan kepada Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi. Dalam masa transisi saat ini, sedang disiapkan peralihan susunan Tim Pengarah dan Tim Pelaksana EITI Indonesia melalui revisi Perpres Nomor 26 Tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang Diperoleh dari Industri Ekstraktif. Selain itu, dilakukan juga proses penyiapan dukungan kesekretariatan (termasuk sumberdaya manusia) untuk mendukung pengelolaan EITI Indonesia.

Sejumlah anggota Tim Pelaksana EITI, khususnya dari perwakilan masyarakat sipil dan asosiasi sektor swasta industri ekstraktif, menyampaikan bahwa proses transisi pengelolaan EITI Indonesia harus tetap transparan dan akuntabel serta mengacu pada Standar EITI yang berlaku. Anggota Tim Pelaksana EITI juga menyatakan siap mendukung proses transisi yang berjalan saat ini agar lebih cepat tanpa kehilangan substansi dari tujuan EITI untuk mendorong reformasi perbaikan tata kelola industri ekstraktif di Indonesia.

Selanjutnya, anggota Tim Pelaksana EITI Indonesia menyampaikan sejumlah concern yang perlu mendapat perhatian serius dari Pemerintah terkait pengelolaan EITI di Indonesia, yaitu:

  1. Proses transisi EITI Indonesia, terutama berkaitan dengan Revisi Perpres 26 Tahun 2010, harus melibatkan seluruh Tim Pelaksana EITI Indonesia sebagaimana yang dimandatkan dalam Standar EITI 20191, khususnya requirement 1.
  2. Inisiatif EITI tidak sekedar melakukan publikasi laporan. Namun, bagaimana EITI dapat menjawab problematika dan tantangan tata kelola industri ekstraktif di Indonesia. Termasuk bagaimana EITI Indonesia harus memenuhi Standar EITI yang semakin berkembang, bukan saja berkaitan dengan penerimaan negara, melainkan semakin berkembang ke isu keterbukaan kontrak, keterbukaan data beneficial ownership, mitigasi dampak perubahan iklim, transisi energi, Hak Asasi Manusia (HAM), ketenagakerjaan, hingga pengarusutamaan gender dan isu stategis lainnya.
  3. Selain transisi pengelolaan EITI, Pemerintah juga masih memiliki tanggungjawab untuk memastikan laporan EITI periode tahun 2020, dipublikasikan berdasarkan standar yang berlaku.
  4. Pemerintah juga harus melaksanakan sejumlah rekomendasi dari hasil validasi yang dilakukan oleh Dewan Internasional EITI yang menyetujui Indonesia berhak menyandang status “Meaningful Progress” pada 23 Desember 2019.2 Dewan EITI Internasional menyatakan, status “Meaningful Progress” diperoleh Indonesia karena dianggap telah mencapai kemajuan berarti dalam menerapkan Standar EITI 2016, di tengah sistem tata kelola industri ekstraktifnya yang kompleks dan terdesentralisasi. Dewan EITI Internasional memberikan sejumlah rekomendasi perbaikan kepada pemerintah Indonesia dan memberikan waktu selama 18 bulan untuk melaksanakan rekomendasi tersebut. Rekomendasi perbaikan tersebut berkaitan dengan pelaksanaan standar EITI yang berkaitan dengan keterlibatan aktif pemerintah (#1.1), pelaku industry (#1.2) dan masyarakat sipil (#1.3), tata kelola tim multi pihak (#1.4), rencana kerja (#1.5), alokasi perizinan (#2.2), kebijakan keterbukaan dokumen kontrak (#2.4), data produksi (#3.2), data ekspor, serta (#3.3) dampak pelaksanaan EITI terhadap perbaikan tata kelola industry ekstraktif (#7.4).

EITI3 merupakan suatu standar internasional tentang pelaporan penerimaan negara dari industri ekstraktif (minyak, gas, batubara dan mineral) yang prosesnya melibatkan pemerintah, bisnis dan kelompok masyarakat sipil. EITI telah diterapkan di lebih dari 53 negara di dunia termasuk Indonesia, dan telah diakui sebagai standar global untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas penerimaan negara dan pembayaran perusahaan dari industri ekstraktif.

Sekali lagi, masa transisi ini menjadi momentum penting bagi Pemerintah bersama sektor swasta dan masyarakat sipil untuk menunjukkan komitmennya mendorong transparansi dan akuntabilitas sektor ekstraktif. EITI Indonesia4 sebagai sebuah platform multistakeholder groups (MSG) yang mendorong adanya kolaborasi dan co-creation dalam perbaikan tata kelola sektor ekstraktif sudah sepatutnya dipertahankan dan harus makin diperkuat di Pemerintahan Jokowi periode ke-2 ini.

24 Juni 2020

Anggota Tim Pelaksana EITI Indonesia:

  1. Aryanto Nugroho, Wakil Masyarakat Sipil dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia
  2. Ermy Sri Ardhiyanti, Wakil Masyarakat Sipil dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia
  3. Tenti Kurniawati, Wakil Masyarakat Sipil dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia
  4. Hendra Sinadia, Wakil Asosiasi Perusahaan Batubara dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia
  5. Mukhlis Ishak, Wakil Asosiasi Perusahan Mineral dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia
  6. Triono Hadi, Alternate Wakil Masyarakat Sipil dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia
  7. Nurkholis Hidayat, Alternate Wakil Masyarakat Sipil dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia
  8. Dakelan, Alternate Wakil Masyarakat Sipil dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia

Narahubung: Aryanto Nugroho (aryanto@pwypindonesia.org)