Energi: Bagian Hidup yang Jauh dari Perempuan

Realita kehidupan perempuan di ranah domestik sangat dekat dengan energi. Dalam sebuah rumah, perempuan adalah orang pertama yang berurusan dengan pencarian sumber energi yang dapat menunjang keberlangsungan hidup keluarganya. Di pedesaan yang belum teraliri listrik dengan baik, para ibu kerap bekerja mencari dan mengumpulkan kayu bakar dan minyak tanah untuk keperluan memasak dan menerangi rumahnya. Pendek kata, perempuan memiliki peran penting dalam penyediaan dan penggunaan energi untuk kehidupan sehari-hari, termasuk pengadaan sumber alternatif yang praktis dan ekonomis.

Namun, menurut Koalisi Perempuan Indonesia, partisipasi perempuan dalam bidang energi masih perlu ditingkatkan1. Berdasarkan data Laporan Ketenagakerjaan Indonesia 2017, jumlah pekerja perempuan dalam bidang sains, teknologi dan matematika (STEM) hanya mencapai 30%2. Menurut Komisi Perempuan Indonesia, hal ini disebabkan oleh dua faktor. Pertama, pemangku kepentingan daerah cenderung memandang perempuan semata-mata sebagai konsumen energi yang tidak kritis. Bagi mereka, terutama di pedesaan, perempuan hanya perlu mengurus rumah dan tidak perlu memusingkan masalah di luar hal tersebut. Kedua, perempuan masih kurang meminati pekerjaan dalam dunia teknik yang lekat dengan energi. Salah satu penyebab kurangnya minat tersebut, seperti dipaparkan dalam studi UNESCO (2015), yakni stereotip pekerjaan keteknikan sebagai pekerjaan yang ‘keras’3.

Perempuan, Kunci Pembaruan Energi

Lilis, seorang warga perempuan di Kluting Jaya, Maluku Utara, berkata bahwa penanak nasi listrik baru dapat ia gunakan pada tahun 2005. Lilis pernah menjadi satu dari 20 juta jiwa di Indonesia yang belum mendapatkan akses listrik4. Sebagai dampaknya, bahan bakar seperti minyak tanah pun ia digunakan sebagai sumber energi, kendati asap yang dihasilkan dapat membahayakan kesehatannya. 

Data dari WHO pada 2012 menunjukkan bahwa delapan dari sepuluh orang di Asia Pasifik, mayoritas perempuan dan anak-anak, meninggal dini akibat penyakit pernapasan karena polusi pembakaran biomassa dalam ruangan. Pada tahun 2013, Perempuan Kepala Keluarga yang merupakan mitra lokal Kopernik memperkenalkan solar home system (SHS) di Lembata, Nusa Tenggara Timur, mengingat besarnya potensi tenaga surya di daerah tersebut. Curah hujan di Lembata hanya 85 mm2/tahun sehingga dapat dipastikan bahwa matahari bersinar terik hampir sepanjang tahun di sana. Salah satu peserta pelatihan pembuatan SHS tersebut, Ibu Rovina, kemudian berhasil membuat lampu bertenaga surya. Ia pun mulai memperkenalkan produk tersebut pada penduduk desa dan menjualnya. Berkaca dari kasus Ibu Rovina, pemberian pelatihan tentang energi kepada perempuan tidak hanya berhasil membekali mereka untuk perluasan akses sumber energi terbarukan yang bebas polusi berbahaya, tetapi juga mendorong perempuan untuk berdikari. Dari hasil penjualan SHS-nya, Ibu Rovina yang merupakan orang tua tunggal mampu membiayai kebutuhan hidupnya sehari-hari dan menyekolahkan kedua anaknya. 

Alasan lain mengapa peran perempuan itu penting dalam energi adalah bahwa perempuan termasuk dalam kaum akar rumput 5. Gerakan mereka bersifat signifikan karena berasal dari tempat ditemukannya tantangan energi terbesar. Selain itu, kaum akar rumput ini memiliki kemampuan untuk menghadirkan solusi praktis guna menjangkau masyarakat yang sebagian besar hidup dalam kemiskinan dan sulit untuk tersentuh layanan energi. Kelompok-kelompok tersebut dapat diandalkan untuk membawa akses energi ke daerah-daerah yang tidak dapat dijangkau oleh pembangunan infrastruktur. Di Pulau Jawa, Koalisi Perempuan Indonesia wilayah Jawa Tengah memulai sosialisasi Energi Terbarukan (ET) dari para ibu dan organisasi-organisasi keperempuanan lainnya, seperti Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), dan Muslimat. Untuk diketahui, potensi sumber ET di Jawa Tengah begitu beragam, mulai dari limbah dapur seperti minyak jelantah hingga kotoran manusia. 

Di dua desa di Semarang, Jawa Tengah, yaitu Desa Tegaron dan Desa Bener pada 15 Juli 2019, diadakan diskusi rutin oleh Balai Perempuan Sebagai Pusat Informasi Pengaduan dan Advokasi Energi Bersih Terbarukan (BP PIPA ET). Tujuannya adalah untuk menyosialisasikan pemanfaatan sumber energi alternatif di desa. Dalam pertemuan-pertemuan rutin, ibu-ibu peserta terlihat antusias untuk belajar memanfaatkan minyak jelantah sebagai sumber ET. Alasannya, mereka merasa sayang untuk membuang sisa minyak yang sudah keruh.

Hal yang mendasari pentingnya peran perempuan di sektor energi adalah terwujudnya pembangunan yang adil gender dan inklusif, seperti tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDGs) ke-5 dan ke-106. Dalam poin-poin tersebut, pembangunan hendaknya melibatkan perempuan, kaum difabel, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), serta kelompok rentan. Selain itu, peningkatan partisipasi perempuan juga tertuang dalam tujuan ke-7, yaitu pemberian akses energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan, dan modern bagi semua7. Dengan kata lain, melalui pembekalan kecakapan dalam bidang energi kepada perempuan, mereka dapat turut terlibat dalam agenda pembangunan berkelanjutan yang dapat menyejahterakan semua pihak. 

Berbagai Cara untuk Meningkatkan Peran Perempuan

Keikutsertaan perempuan dalam sektor energi merupakan wujud dukungan perempuan untuk perempuan. Advokasi peningkatan keterlibatan perempuan dalam dunia energi dan mengajak laki-laki untuk turut mendukung pemberdayaan perempuan telah ditempuh oleh berbagai lembaga, seperti yang dilakukan Koalisi Perempuan Indonesia dan Komisi VII DPR RI berkolaborasi dengan LIPI dan YLKI8

Di Jakarta dan Salatiga, Gender Analysis Learning System (GALS) diselenggarakan dalam pengupayaan tersebut. Pelatihan yang digelar perdana pada bulan Agustus 2018 ini terbilang unik. Pertama, kegiatannya dirancang sedemikian rupa agar orang yang buta aksara juga dapat memahami gender. Tak hanya itu, GALS juga memberi kesempatan bagi laki-laki untuk memahami cita-cita para perempuan. Sebagai pihak yang dianggap lebih tinggi kedudukannya, laki-laki perlu memahami pentingnya kesempatan bagi perempuan untuk mengembangkan dan memperkaya dirinya sendiri. Dengan kesempatan itu, perempuan akan memiliki ruang yang luas untuk mempelajari hal-hal baru, termasuk pemanfaatan ET. 

Semua langkah tersebut ditempuh agar perempuan dapat ikut memperluas akses energi dengan menjadi agen penyebaran penggunaan energi terbarukan dengan memulainya di rumah atau bahkan mengedukasikannya kepada perempuan di sekitarnya. Seperti di Desa Tegaron yang memanfaatkan minyak jelantah untuk bahan bakar kompor minyak dan Ibu Rovina dari Lembata yang menciptakan lampu bertenaga surya (SHS) dan menjualnya kepada warga desa lain. 

Kesimpulan

Pada akhirnya, faktor sosial dan kultural memainkan peranan penting dalam peningkatan partisipasi perempuan di sektor energi, terutama dalam mendukung mereka untuk membantu penyebaran sumber energi yang terjangkau dan berkelanjutan. Karenanya, pemerintah daerah setempat perlu menyadari hal tersebut dan memberi dukungan untuk sosialisasi dan edukasi ET bagi perempuan secara berkelanjutan. Terakhir, sebagai kaum akar rumput, perempuan harus selalu ditempatkan sebagai tokoh penting dalam peluasan akses energi terbarukan karena kesehariannya banyak berurusan dengan bidang tersebut dan kerap bersinggungan dengan sesama mereka yang memiliki rutinitas serupa.  

 

Oleh: 

Ersya Safhira Nailuvar, Communication Intern Publish What You Pay Indonesia

  1. Anak, K., 2019. KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. [online] Kemenpppa.go.id. Tersedia pada: <https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2125/kemen-pppa-dampingi-pengelolaan-energi-yang-responsif-gender> [Diakses pada 15 Maret 2021]
  2. International Labor Organization, 2017. Laporan Ketenagakerjaan Indonesia 2017: Memanfaatkan Teknologi untuk Pertumbuhan dan Penciptaan Lapangan Kerja/Organisasi Perburuhan Internasional. Jakarta: ILO Indonesia.
  3. 2015. UNESCO science report 2030. Paris: United Nations Educational
  4. Koalisi Perempuan Indonesia. 2017. Adakah Energi Bersih dan Inklusif untuk Perempuan?. [online] Tersedia pada: <https://www.koalisiperempuan.or.id/2017/05/17/adakah-energi-bersih-dan-inklusif-untuk-perempuan/> [Diakses pada 15 Maret 2021].
  5. SEMAI Untuk Keadilan Demokrasi, 2019. Perempuan dan Energi Terbarukan. [online] (Edisi Khusus). Tersedia pada: <https://energiterbarukan.org/assets/2019/12/SEMAI-Perempuan-dan-Energi-Terbarukan.pdf> [Diakses pada 16 Maret 2021].
  6. Sdgs.un.org. 2015. THE 17 GOALS | Sustainable Development. [daring] Tersedia di: <https://sdgs.un.org/goals> [Diakses pada 17 March 2021].
  7. Ibid
  8. SEMAI Untuk Keadilan Demokrasi, 2019. Perempuan dan Energi Terbarukan. [online] (Edisi Khusus). Tersedia pada: <https://energiterbarukan.org/assets/2019/12/SEMAI-Perempuan-dan-Energi-Terbarukan.pdf>