Swandiri Institute bersama PWYP Indonesia menyelenggarakan School of Drone (SoD) yang berlangsung (29 Sep-5 Oktober) lalu di Pontianak, Kalimantan Barat. Pelatihan merakit drone yang diikuti oleh 23 orang ini mempelajari banyak hal, mulai dari mekanika dan simulasi, penggunaan drone latih, perakitan drone, praktik pemetaan, dan mengolah data.

Drone merupakan suatu teknologi inklusif yang bisa digunakan untuk banyak hal terkait pemetaan spasial, seperti: pemetaan wilayah pertanian, pemetaan hutan adat, pemetaan wilayah kelola masyarakat, monitoring industri ekstraktif, monitoring bencana alam, dan pendeteksi dini kesehatan tanaman.

Swandiri Institute sendiri sudah menggunakan drone sebagai alat untuk melakukan pemetaan spasial Kecamatan Tayan Hilir, sehubungan dengan terhimpitnya wilayah kelola masyarakat adat Dayak Tobak oleh konsesi tambang, sawit, dan Hutan Tanaman Industri (HTI).

Ibrahim S. Kasarua, salah satu peserta dari Sulawesi Tenggara menyampaikan ketertarikannya mengikuti SoD ini. Menurutnya di daerahnya konflik Sumber Daya Alam yang terjadi baik di sektor pertambangan atau perkebunan kelapa sawit, selalu berujung pada diskriminasi terhadap masyarakat.

“Drone bisa digunakan sebagai tools dalam advokasi dan mengawal kasus SDA untuk mengembalikan hak masyarakat, juga memudahkan pemetaan wilayah konflik dan wilayah konsesi tambang dan perkebunan sawit, “ ujar Ibrahim.

Kegiatan yang berlangsung satu pekan ini memang memungkinkan peserta betul-betul memahami bagaimana merakit hingga mengoperasikan drone. Di hari pertama, peserta mendapat materi tentang peran penggunaan drone serta aplikasinya, juga materi tentang elektronika dan mekanika pesawat. Malam hari, peserta berlatih simulasi take off dan landing melalui simulator di lap top.

Di hari kedua, peserta belajar merakit pesawat, dan berlanjut dengan latihan simulasi di malam hari. Hari ketiga, peserta pergi ke lapangan untuk belajar mengecek pesawat hasil rakitan masing-masing. Peserta merakit dua jenis pesawat, yaitu pesawat latih dengan jenis skywalker dan pesawat untuk pemetaan spasial yang terbuat dari styrofoam. Di hari yang sama peserta juga belajar melakukan lepas landas secara manual. Proses manual launcher ini dilakukan dengan melempar pesawat ke udara.

Tidak semua peserta mau bertugas melempar, tetapi beberapa peserta bersedia, salah satunya Heri Tabadepu dari Yayasan Peduli Konservasi Alam Indonesia. “Sampai 2 kali saya lempar pesawat masih belum pas, sehingga pesawat jatuh sebelum lepas landas. Namun, setelah mencoba beberapa kali saya berhasil melakukan manual launcher”, ujarnya sumringah. Sebetulnya tidak perlu khawatir pesawat rusak karena jatuh, karena pesawat latih yang digunakan berbahan plastik yang tahan benturan.

Setelah belajar untuk lepas landas, peserta bukan hanya melakukan simulasi penerbangan melalui aplikasi di lap top, namun menerbangkan pesawat di lapangan. Untuk menjaga kerusakan yang tidak diharapkan, tersedia 2 remote control, satu remote control untuk peserta, dan satu lagi dikendalikan oleh trainer pilot. Dengan begitu, trainer pilot bisa mengambil alih jika terjadi hal-hal yang membahayakan pesawat.

Menariknya, ada tantangan bagi peserta untuk mengikuti ujian simulator pilot di komputer. “Ibarat naik kelas, dari pesawat latih selanjutnya kami boleh menerbangkan pesawat pemetaan,” ujar Heri Tebadepu. Seluruh peserta yang lulus uji simulator memang diperbolehkan menerbangkan pesawat pemetaan.

Selanjutnya mereka belajar mengenai perencanaan terbang dan monitoring misi dengan menghubungkan drone dan laptop melalui software mission planner. Peserta terbagi dalam 3 kelompok, dan setiap kelompok kemudian mengolah foto-foto hasil tangkap drone, kemudian mengolahnya menjadi sebuah data spasial.

Arif Munandar, peneliti Swandiri Institute, berharap dengan adanya School of Drone ini, penggunaan drone sebagai alat untuk open data spasial bisa mempermudah kinerja advokasi masyarakat di berbagai sektor. Peta spasial ini tentunya menjadi data akurat yang bisa dioverlay dengan data wilayah lainnya seperti data RTRW, konsesi tambang, konsesi sawit, dsb.