relaksasi-ekspor-hingga-2021-picu-kerusakan-alam-indonesia

Merdeka.com – Manajer Advokasi dan Jaringan Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho mengkritik rencana relaksasi ekspor tambang mentah atau konsentrat hingga 2021 mendatang. Menurutnya, aturan ini memicu kembali laju eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran. Dia khawatir, jika terus dibiarkan ini akan merusak lingkungan Indonesia.

Aryanto mencontohkan, di Kalimantan Timur terdapat 3000-an lubang bekas tambang yang telah menelan korban hingga 25 jiwa, di mana sebagian besar adalah anak-anak generasi masa depan bangsa.

“Ini yang kita khawatirkan dari potensi relaksasi ekspor mineral. Mempercepat daya rusak lingkungan, lingkungan, standar keselamatan, menimbulkan tragedi kemanusiaan dan eksploitasi yang semakin besar,” ujarnya di kantor WALHI, Jakarta, Selasa (11/10).

Selain itu relaksasi ekspor yang diberikan oleh pemerintah dinilai semakin memberi ketidakpastian dalam investasi. Alih-alih melaksanakan janji moratorium, relaksasi ekspor juga menimbulkan ketidakadilan bagi sebagian pelaku ekonomi yang telah membangun fasilitas pengolahan.

“Situasi ini tentu semakin menggiring adanya ketidakpastian regulasi dan hukum dalam berusaha dan dapat memancing adanya tuntutan lebih lanjut,” tandasnya.

Sekedar informasi, pada 2017 mendatang, semua konsentrat dan mineral yang diekspor dari dalam negeri harus melalui proses pemurnian terlebih dahulu. Jika tidak, perusahaan tambang tak diperbolehkan lagi ekspor konsentrat.

Namun demikian, Menko Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan berencana melakukan relaksasi aturan. Dia berencana merevisi UU Minerba untuk kembali memberikan perpanjangan izin ekspor konsentrat pada perusahaan-perusahaan yang belum merampungkan smelter.