TEMPO.CO, Jakarta – Publish What You Pay atau PWYP sebuah lembaga non pemerintah yang bergerak pada isu energi menilai bahwa dalam visi misi kedua calon presiden (capres) masih terlalu fokus pada pengembangan energi fosil. Manajer Program PWYP Aryanto Nugroho mengatakan dirinya tak melihat kedua capres serius mendorong adanya energi terbarukan dalam visi misinya.

“Soal energi keduanya sama-sama masih terlalu fokus pada energi dari fosil padahal saat ini kondisinya telah mulai menurun. Sedangkan energi terbarukan belum terlihat menonjol,” kata Aryanto di Kantor Kode Inisiatif, Tebet, Jakarta Selatan, Ahad 3 Februari 2019.

Berdiri sejak 2007, PWYP Indonesia merupakan lembaga non pemerintah yang fokus pada isu-isu strategis di sektor sumber daya ekstraktif dan energi.

Menurut Aryanto, kedua capres sama-sama belum mampu menunjukkan komitmennya dalam mengantisipasi ancaman krisis energi dengan terus menurunnya hasil produksi minyak dan gas domestik. Ia juga mengatakan tak melihat insentif dan juga langkah konkrit kedua capres dalam menciptakan ketahanan energi dari sumber yang lebih ramah lingkungan.

Aryanto mencontohkan, meski keduanya menyinggung mengenai energi terbarukan tak tampak jelas fokus energi terbarukan apa yang bakal digarap. Tak ada penjelasan apakah fokus pada energi surya, angin atau energi nabati yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.

Selain itu, Aryanto juga menyoroti visi kedua capres yang terlalu fokus untuk mempermudah akses perizinan dan arus investasi. Tapi tak terlihat komitmen pengendalian atas konsekuensi dibuka izin bagi para investor.

“Cara pengawasannya seperti apa tak terlihat. Seringkali mempermudah investasi masuk, tapi fungsi pengendalian setelah izin diberikan menjadi hilang termasuk penegakan hukumnya,” kata Aryanto.

Karena itu, secara umum Aryanto visi misi kedua capres yang masih belum jelas dan perlu disampaikan kepada publik. Pertama mengenai ketahanan energi yang fokus pada energi terbarukan dan tata kelola sumber daya alam khususnya mengenai perizinan dan pengawasan.

Sumber: Tempo