JAKARTA JITUNEWS.COM – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Publish What You Pay (PWYP) mengkritik, rencana Pemerintah dan DPR RI yang akan membahas klausul pengampunan pajak (tax amnesty) dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Nasional, khususnya di sektor pertambangan. Pasalnya, klausul tersebut dianggap kurang adil dan justru menimbulkan ketidakpastian hukum.
Peneliti Kebijakan Ekonomi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Wiko Saputra mengungkapkan, bahwa jumlah aliran uang ilegal di Indonesia mencapai Rp 227,75 triliun pada 2014.
“Nah, sektor pertambangan menyumbang porsi terbesar dalam aliran uang yang bertujuan untuk menghindari atau upaya penggelapan pajak, jumlahnya sekitar Rp 23,89 triliun,” ungkap Wiko kepada media baru-baru ini, Jakarta.
Wiko menyebutkan, biasanya aliran uang ilegal di sektor pertambangan itu melalui transaksi faktur yang palsu. “Maklum, hal tersebut dilakukan oleh pelaku tambang ilegal alias illegal mining,” sebutnya.
Selain itu, Wiko melanjutkan, hal itu juga tak menutup kemungkinan kejahatan penggelapan pajak turut melibatkan perusahaan pertambangan baik minyak dan gas bumi (migas), maupun mineral dan batu bara dalam skala yang besar.
Sebagai gambaran, Wiko menjelaskan, data realisasi penerimaan pajak di sektor pertambangan hanya sebesar Rp 96,9 triliun. “Bandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) sektor pertambangan yang mencapai Rp 1.026 triliun, artinya rasio penerimaan pajak terhadap PDB (tax ratio) hanya sebesar 9,4%,” jelas Wiko.
Menurutnya, berdasarkan hasil koordinasi antara pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ditemukan 1.880 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tidak mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Bahkan, sebanyak 2.741 perusahaan terbukti tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT).
Oleh karena itu, Wiko mengaku, keberatan dengan rencana pemberian pengampunan pajak pada pengusaha, termasuk di sektor pertambangan yang berpotensi terlibat dalam ilegal mining serta kerusakan lingkungan. “Melihat praktik kejahatan perpajakan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan, sangat tidak adil jika mereka diberikan pengampunan,” tutup Wiko.
Sumber: di sini.