Kebijakan diplomasi energi Indonesia dianggap masih berpersfektif inward looking. Hal itu dikemukakan oleh Emanuel Bria, Indonesia Country Manager Natural Resources Governance Institute dalam PWYP Knowledge Forum bertema “Indonesia’s Energy Diplomacy, High Politics or Low Politics (21/4) lalu.
Bria menguraikan, strategi hubungan internasional dalam konteks energi Indonesia dirasa kurang komprehensif, dan pendekatannya masih bersifat sektoral. Bria mengambil contoh kasus diplomasi energi China di mana energi dilihat dalam perspektif keamanan nasional (national security). Tak heran, jika dalam strateginya tim yang melakukan diplomasi sudah terintegrasi di dalam National Development and Reform Commission.
Dalam energy security, kebijakan Indonesia sudah merefleksikan elemen-elemen keamanan energi yaitu availability, affordability, accessibility, acceptability, dan efficiency. “Namun tidak memasukkan aspek keamanan nasional dan internasional,” ujarnya.
Menurut Bria, tingginya ketergantungan terhadap impor minyak tanpa adanya eksplorasi baru, dinilai akan beresiko terhadap ketahanan energi nasional. Konsumsi minyak dalam negeri sekitar 1,6 juta barrel oil per day (bopd), dan produksi sekitar 900 ribu bopd, sehingga membutuhkan impor minyak sekitar 700 ribu bopd. “Tingginya ketergantungan terhadap impor minyak tentu meningkatkan resiko eksternal bagi pemenuhan energi domestik,” papar Bria.
95% pasokan kebutuhan energi Indonesia berasal dari bahan bakar fosil, dan hanya 5% pasokan berasal dari energi baru terbarukan. Oleh karenanya, ke depan pemerintah perlu meningkatkan penggunaan gas, batu bara, dan energi baru terbarukan dalam pemenuhan energi nasional sesuai dengan target bauran energi.
Dalam paparannya, Bria merekomendasikan pemerintah untuk mengubah paradigma pembangunan ekonomi yang masih melihat energi sebagai pendorong multiplier effect economy, melainkan juga melihat energi sebagai aspek penting bagi keamanan nasional. Kemudian, Dewan Energi Nasional (DEN) sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap kebijakan energi nasional, perlu dipimpin oleh kementrian strategis dengan melibatkan Kementrian Luar Negeri dan Kementrian Pertahanan dalam menjalankan diplomasi energi. Selain itu, pemerintah juga perlu memberi dukungan strategis bagi National Oil Company melalui dukungan keuangan dan diplomasi tingkat tinggi.