Jakarta – Pertambangan merupakan sebuah industri yang memainkan peran penting dalam perekonomian suatu negara. Dalam industri ini, ada beberapa hal yang harus dipahami sebelum melakukan kegiatan pertambangan, seperti kontrak dan izin pertambangan. Untuk mengulik hal tersebut, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia mengundang Giri Ahmad Taufik, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) sekaligus Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, dan Rani Febrianti, perwakilan Mind ID sebagai narasumber dalam PWYP Knowledge Forum (PKF) dengan topik “Mengenal Kontrak dan Izin Pertambangan Minerba” pada 14 November 2022 di bilangan Jakarta Pusat.

Rani mengungkapkan bahwa secara umum kontrak dan izin pertambangan adalah hal yang sangat penting bagi perusahaan pertambangan dan pemerintah dalam mengatur dan memastikan bahwa kegiatan pertambangan dilakukan dengan benar dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, perusahaan dan pemerintah harus memahami kedua hal ini dengan baik dan bekerja sama untuk memastikan keberlanjutan industri pertambangan.

Selanjutnya Rani menyampaikan perkembangan regulasi pertambangan mineral dan batubara (minerba) dari tahun 1967-2020. Pada dasarnya tujuan pembentukan Undang-Undang (UU) pertambangan minerba adalah untuk good quality of life; pendorong pertumbuhan ekonomi dan sebagai sumber daya/cadanngan berkelanjutan, sebagaimana didasarkan pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dimana kekayaan alam dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Rani juga menjelaskan bentuk-bentuk perizinan dan kontrak pertambangan minerba di Indonesia, yaitu Kontrak Karya (KK), Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), serta IUPK) sebagai Perpanjangan dari KK dan PKP2B. 

Sedangkan Giri menyampaikan tema mengenai Extractive Industries Transparency Initiatives (EITI) EITI Requirement 2.4 tentang Keterbukaan Izin/Kontrak dimana Indonesia sebagai salah satu negara pelaksana EITI wajib mempublikasikan dokumen kontrak dan izin. Giri menyebut bahwa informasi yang terkandung dalam kontrak dan izin industri ekstraktif bukan termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Meskipun begitu, beberapa informasi dalam kontrak izin industri ekstraktif merupakan informasi yang dapat menimbulkan “risiko bukan pengecualian”, atau informasi sensitif. Maka, atas informasi-informasi tertentu dapat diterapkan access control, seperti: dibuka berdasarkan permintaan, dibuka dengan prinsip for your eyes only (untuk dilihat sendiri), dan pemohon informasi menandatangani formulir pernyataan tidak menggunakan untuk diluar tujuan yang ada.

Giri menambahkan jika terdapat manfaat dalam keterbukaan Izin/Kontrak Industri Ekstraktif bukan hanya bagi pemerintah namun juga masyarakat. Seperti menyediakan informasi mengenai potensi dampak terhadap kehidupan masyarakat berdampak dan memberikan ruang bagi warga masyarakat dan komunitas untuk memainkan peran pengawasannya. Meskipun begitu tetap terdapat beberapa tantangan yang diperoleh dalam Keterbukaan Kontrak/Izin yakni: Perbedaan posisi antara Mahkamah Agung (MA), Komisi Informasi Pusat (KIP) dan Pengadilan di bawahnya terkait keterbukaan kontrak/izin, Lembar pengujian konsekuensi Kementerian ESDM masih menyatakan dokumen kontrak sebagai sesuai yang tertutup serta terdapatnya kecemasan dari perilaku usaha terkait dampak yang mungkin timbul dari terbukanya Kontrak/Izin. 

PKF (PWYP Knowledge Forum) merupakan forum diskusi dan berbagi pengetahuan yang diselenggarakan secara rutin oleh koalisi PWYP Indonesia, guna meningkatkan pemahaman dan kapasitas, serta mengembangkan diskursus publik terkait isu, topik dan kebijakan terkini yang sedang menjadi sorotan, sebagaimana terkait isu EITI di Indonesia. 

Penulis: Raudatul Jannah
Reviewer: Aryanto Nugroho


Bagikan