Kuala Lumpur – Pada 24-25 Mei 2025, Aryanto Nugroho, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia hadir dalam rangkaian ASEAN Peoples @ASEAN2025 bertajuk “Our ASEAN, Peoples at the Core” di Kuala Lumpur. Mempertemukan perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), pembela Hak Asasi Manusia (HAM), pemimpin pemuda, cendekiawan dan advokat pro-demokrasi yang menginspirasi dari seluruh kawasan Asia Tenggara. mewakili upaya kolaboratif masyarakat sipil untuk terlibat secara bermakna dengan agenda ASEAN 2025, dengan fokus pada inklusivitas, keberlanjutan, dan reformasi. Luasnya dan kualitas diskusi yang diadakan selama acara tersebut mencerminkan seruan yang kuat dan terpadu untuk kawasan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai-nilai demokrasi, dan martabat semua orang di seluruh Asia Tenggara.

Dalam ASEAN Peoples @ASEAN2025 tersebut Aryanto berpartisipasi dalam lokakarya bertajuk “Strengthening Labour Unions on Gender-Responsive Just Energy Transition” oleh Klima Action Malaysia (KAMY) dan Asia Feminist Coalition (AFC) dan Roundtable Discussion “Effective Whistleblowing To Combat Transnational Environmental Crimes In Asean” oleh South East Asia Anti-Corruption Network (SEA-ACN) dan Center to Combat Corruption and Cronyism (C4 Center) sebagai bagian dari ASEAN Peoples’ Forum 2025.

Secara khusus, Aryanto menjadi Narasumber dalam salah satu sesi lokakarya “Strengthening Labour Unions on Gender-Responsive Just Energy Transition” yang menghadirkan 36 peserta dari 9 negara ASEAN dan Asia Selatan, mewakili 25 organisasi yang bergerak di bidang keadilan iklim, hak buruh, advokasi feminis, hingga transisi energi. Lokakarya ini bertujuan memperkenalkan konsep Transisi Energi yang Berkeadilan dan Responsif Gender (Just Energy Transition/JET), menciptakan ruang bagi peserta untuk berbagi pengalaman, serta mengidentifikasi tantangan dan peluang kolaborasi lintas organisasi buruh dan masyarakat sipil di ASEAN.

“Transisi energi bukan sekadar beralih dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Ini adalah transformasi politik, ekonomi, dan sosial yang harus inklusif dan adil,” ujar Aryanto Nugroho

Tantangan dan Peluang Transisi Energi Berkeadilan

Aryanto Nugroho menyoroti dampak transisi energi di rantai nilai energi, dari ekstraksi hingga pengelolaan limbah. Di wilayah seperti Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur, penurunan ketergantungan pada batubara telah menyebabkan kehilangan pendapatan lokal dan meningkatkan kemiskinan. Sementara itu, pertambangan nikel di Sulawesi untuk kebutuhan kendaraan listrik memicu kerusakan lingkungan, penggusuran budaya, dan ketegangan geopolitik

PWYP Indonesia juga mengkritik mekanisme pembiayaan internasional seperti Just Energy Transition Partnership (JETP), yang sebagian besar berbasis pinjaman. “Mengapa negara berkembang harus menanggung beban finansial untuk transisi global yang didorong oleh pola konsumsi negara kaya?” tanya Aryanto.

Melalui kerangka Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI), PWYP Indonesia mendorong transisi energi yang berpusat pada keadilan distributif, pengakuan, prosedural, dan restoratif. Di Nusa Tenggara Barat, PWYP sedang menguji alat pemantauan GEDSI pada proyek mikro-hidro, geotermal, dan biomassa, memastikan bahwa prinsip inklusivitas diterapkan di lapangan.

Lokakarya ini menghasilkan komitmen untuk memperkuat kapasitas advokasi kelompok rentan, mendokumentasikan pengalaman pekerja perempuan dan informal, serta membangun sumber daya regional yang relevan. “Transisi energi harus transparan, akuntabel, dan melibatkan mereka yang selama ini termarginalkan,” tegas Aryanto.


Share

Privacy Preference Center

Skip to content