Jakarta, Petrominer — Publish What You Pay (PWYP) Indonesia mengapresiasi terbitnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No.37/2016 tentang Ketentuan Penawaran Hak Partisipasi (Participating Interest) 10% pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi. Peraturan ini dinilai berupaya mengurangi celah rent seeking dalam pengelolaan penyertaan saham daerah dalam industri hulu migas.
“Skema dalam Permen ini sejalan dengan usulan koalisi PWYP Indonesia yang tertuang dalam Revisi atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, yang mengutamakan kepemilikan saham oleh daerah secara langsung,” ungkap peneliti PWYP Indonesia, Rizky Ananda, Minggu (29/1).
Selama ini, masalah yang kerap terjadi adalah pemerintah daerah tidak memiliki modal untuk mengambil keseluruhan porsi saham PI (10%) yang dialokasikan untuk daerah. Akibatnya, jatah itu dikelola oleh pihak ketiga dengan skema yang terkadang memberatkan atau kurang menguntungkan daerah.
“Karenanya, penting bagi daerah untuk diberikan fleksibilitas dalam mengambil bagian PI sesuai dengan kemampuan finansial yang dimiliki,” jelasnya.
Aturan ini juga memungkinkan kontraktor dapat menanggung pembiayaan terlebih dahulu, untuk diperhitungkan kemudian dalam pembagian dividen nantinya. “Paling tidak substansi Permen ESDM 37/2016 dapat mengurangi celah pemburu rente yang justru merugikan daerah,” tegas Rizky.
Sementara itu, Koordinator Nasional PWYP Indonesia, Maryati Abdullah, mengingatkan bahwa PI adalah hak daerah untuk berpartisipasi sekaligus berperan aktif dalam pengelolaan migas untuk kesejahteraan masyarakat di daerah penghasil. PI tidak boleh dimaknai sebagai pembagian saham untuk daerah tanpa syarat, tanpa kewajiban dan hanya berorientasi pembagian keuntungan semata.
“Mengelola PI artinya daerah harus membayar kewajiban keikutsertaan modal dengan besaran maksimal 10%; terikat dengan poin-poin kontrak kerjasama yang juga bersedia menanggung risiko apabila merugi,” jelas Maryati.
Tujuan pemberian PI melalui BUMD agar daerah dapat benar-benar berpartisipasi dalam pengelolaan hulu migas, termasuk untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas tata kelola, alih teknologi, serta melakukan pengawasan langsung kinerja industri migas di daerah-mulai dari tahap perencanaan sampai evaluasi. Tentu saja, untuk melakukan hal tersebut dibutuhkan kapasitas SDM maupun manajemen BUMD yang benar-benar kuat dalam memahami bisnis proses di sektor hulu migas.
Mengingat berakhirnya blok-blok migas yang semakin dekat, Maryati mepertanyakan sudah sejauh mana daerah penghasil migas menyiapkan BUMD yang akan mengelola PI? Sudahkah dipersiapkan kelembagaannya, SDM-nya, regulasi daerahnya, mekanisme transparansi dan akuntabilitasnya, pengawasannya?
“Pemerintah Pusat bersama-sama dengan pemerintah daerah harus benar-benar memperkuat koordinasi agar pengelolaan PI ini berjalan sesuai dengan track-nya,” paparnya.
Setidaknya ada 10 WK migas yang akan berakhir masa kontraknya sampai 2018, di mana Pemerintah telah menunjuk Pertamina untuk mengelolanya yaitu blok Offshore Northwest Java (ONWJ), blok Mahakam (Total E&P Indonesia), blok Attaka (Inpex Corporation), blok South East Sumatera (CNOOC), blok East Kalimantan (Chevron Indonesia Company), blok Tengah (Total E&P Indonesia), blok North Sumatera Offshore (Pertamina), blok Tuban, blok Ogan Komering dan Blok Sanga-Sanga. (Aldi)
Sumber: PWYP Dorong Daerah Kelola PI 10%