Jakarta, EnergiToday– Koalisi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia mendesak pemerintah untuk memegang teguh kedaulatan negara, tunduk terhadap aturan Undang–Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan mengedepankan kepentingan rakyat Indonesia, dalam proses renegosiasi antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia (PTFI).

Koordinator Nasional PWYP Indonesia, Maryati Abdullah menegaskan, Pemerintah Indonesia harus menjaga kewibawaan negara dan tidak boleh ‘tunduk’ kepada kepada kepentingan PT FI yang merugikan kepentingan negara dan cenderung bertentangan dengan UU Minerba.

Maryati mengingatkan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara yang diikuti dengan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalu Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Di Dalam Negeri dan Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2017 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian, yang secara jelas bertentangan dengan UU Minerba telah menunjukkan ketidakberdayaan pemerintah Indonesia di hadapan PT FI.

“Hal tersebut makin kentara dengan pemberian izin ekspor konsentrat kepada PT FI dengan ketentuan IUPK Sementara, melalui Permen ESDM Nomor 28 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Permen ESDM Nomor 05 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri yang notabene bertentangan dengan Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ketentuan penerbitan IUPK Sementara dalam Revisi Permen ESDM tersebut makin tumpang tindih dan bertentangan dengan UU Minerba,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya yang diterima energitoday di Jakarta.

Maryati mengungkapkan, “Belum lagi dengan adanya indikasi pelonggaran nilai bea keluar yang dikenakan kepada PT FI dari yang seharusnya 7,5%, menjadi hanya 5%, yang bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 tahun 2017 dimana perhitungannya didasarkan atas kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian (smelter). Lagi-lagi, PT FI mendapatkan keistimewaan yang luar biasa dari pemerintah Indonesia.”

Konsistensi pemerintah untuk tunduk terhadap UU Minerba sangat dibutuhkan dalam pembahasan poin-poin negosiasi dengan pihak PT FI, diantaranya mengenai stabilitas investasi seperti ketentuan fiskal; kewajiban divestasi saham; keberlanjutan operasi; dan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).

“Dalam ketentuan fiskal perpajakan misalnya, pemerintah harus tetap konsisten memperjuangan ketentuan prevailing, yang selain telah diatur dalam ketentuan perundangan-undangan juga membuka ruang bagi pemerintah untuk menyesuikan dengan perkembangan tax reform yg sedang didorong. Selain itu, tuntutan pajak prefailing ini merupakan hal yang wajar bagi Indonesia, selaku home country,” terang Maryati.

Maryati menambahkan, alih-alih alot membahas kewajiban divestasi saham, Pemerintah harus berani mengambil opsi untuk tidak memperpanjang operasi PT FI di tahun 2021.

“Apabila memang keberlanjutan operasi PT FI justru tidak menguntunkan bagi kepentingan nasional, alangkah lebih baik, pemerintah menyiapkan masa transisi selama 4 (empat) tahun ke depan untuk mengelola sendiri melalui penguatan BUMN yang kita miliki,” tandasnya. (un)

Sumber: Energi Today