Pemerintah Indonesia telah berkomitmen dalam Anti-Corruption Summit yang berlangsung Mei 2016 lalu, mengenai transparansi beneficial ownership untuk mencegah korupsi, penghindaran pajak, pembiayaan terorisme dan praktek pencucian uang. Selain itu, anggota G20 sudah menempatkan beneficial ownership sebagai isu prioritas tinggi dan berkomitmen untuk memerangi penyalahgunaan perusahaan dan perwalian sebagai sarana korupsi.
Sebagai tindak lanjut dari komitmen tersebut, Kementrian Bappenas menyelenggarakan workshop nasional untuk membahas peta jalan beneficial ownership bersama dengan Dirjen Pajak Kementrian Keuangan, PPATK, KPK, OJK sekretariat EITI, masyarakat sipil dan institusi lainnya yang berlangsung (9-10/11) lalu.
Dalam sambutannya Staf Ahli Menteri PPN Bidang Pemerataan dan Kewilayahan Kementrian Bappenas Diani Sadia Wati, menyampaikan bahwa beneficial ownership saat ini masih dilihat dari perspektif sektoral masing-masing. Untuk itu, perlu untuk menyelaraskan persepsi mengenai beneficial ownership itu sendiri.
Dalam workshop ini hadir juga Max George-Wagner, Governance Associate NRGI yang memaparkan tentang roadmap membuka data beneficial ownership. Max membagi roadmap ini ke dalam beberapa tahap. Adapun tahap awal yang bisa dilakukan yaitu: pertama, perlu untuk menghubungkan beneficial ownership dengan prioritas reformasi nasional; kedua, menyepakati definisi beneficial ownership; ketiga, kewajiban melaporkan Politically Exposed Persons (PEPs).
Tahapan selanjutnya yaitu: memastikan kerangka institusi bagi keterbukaan beneficial ownership; tingkat kedetilan informasi; proses pengumpulan data; memastikan akurasi data; aktualitas data; aksesibilitas data; peningkatan kapasitas; asistensi teknis dan keuangan; batas waktu dan tanggung jawab terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan.
EITI Indonesia & Beneficial Ownership
EITI Indonesia memang sudah terlebih dulu mendiskusikan penerapan beneficial ownership di sektor industri ekstraktif. Mengingat besarnya kerugian negara di sektor ini akibat tidak adanya data beneficial ownership. Sekitar Rp.1.387 triliun yang beredar di sektor migas dan minerba dan dinikmati oleh pengusaha yang mengekstrak sumber daya alam khususnya pertambangan (BPS, 2014). Namun, hanya 96,9 triliun yang dapat ditarik pajaknya (DJP, 2014).
Saat ini, EITI Indonesia juga sedang menyusun roadmap beneficial ownership di sektor industri ekstraktif, yang ditargetkan selesai sebelum awal 2017. Tahapan ini sebagai pemenuhan atas standar EITI 3.11 untuk mempublikasikan kepemilikan aset di industri ekstraktif dan persiapan menuju keterbukaan beneficial ownership di 2020.