Jakarta – Salah satu tujuan dari diselenggarakannya rangkaian Pertemuan Nasional Komunitas dan Organisasi Masyarakat Sipil bertajuk Mewujudkan Transisi Energi yang Adil, Inklusif, dan Transformatif di Indonesia adalah mendapatkan perspektif dari masyarakat di tingkat tapak terkait dengan transisi energi berkeadilan, termasuk mendapatkan rekomendasi terkait mitigasi resiko atas dampak negatif dari transisi energi yang berjalan di Indonesia. Dalam kegiatan tersebut, peserta dibagi menjadi 4 (empat) kelompok berdasarkan topik yang relevan, yaitu Pembiayaan Transisi Energi di Indonesia; Transisi Energi yang Adil, Inklusif, Berkeadilan Gender, dan Transformatif, serta Berkelanjutan di Sektor Mineral; di Sektor Batubara dan di Sektor Pengembangan Energi Terbarukan.

Selanjutnya dalam Diskusi Pleno ke-2 bertajuk “Bagaimana Transisi Energi yang Berkeadilan Menurut Komunitas dan Masyarakat di tingkat Tapak?” yang dipandu oleh Dwi Sawung dari WALHI pada 22 Juni 2023, perwakilan kelompok diskusi mempresentasikan rekomendasi dan indikator untuk transisi energi untuk masa depan yang adil, inklusif dan berkelanjutan.

Kelompok pertama berfokus pada aspek pembiayaan transisi energi di Indonesia. Sejumlah rekomendasi yang dihasilkan diantaranya, perlunya pedoman pembiayaan yang jelas untuk sektor energi untuk memandu lembaga keuangan dalam mengembangkan kebijakan dan mengelola risiko Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (LST). Menekankan pentingnya praktik bisnis yang berkelanjutan di sektor energi dan perlunya insentif bagi bisnis yang mendukung pengembangan energi terbarukan. Memastikan partisipasi yang berarti dari masyarakat yang terkena dampak. Menghindari investasi infrastruktur yang bergantung pada bahan bakar fosil, dan memprioritaskan hibah daripada pinjaman untuk mencegah peningkatan utang nasional. Kelompok ini juga mengidentifikasi indikator-indikator penting untuk pembiayaan transisi energi yang adil dan inklusif di Indonesia, dari sejumlah aspek seperti tata kelola, lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Kelompok kedua berfokus pada pentingnya transisi energi yang Adil, Inklusif, Berkeadilan Gender, dan Transformatif, serta Berkelanjutan di Sektor Mineral. Mereka menyoroti indikator-indikator untuk mencapai transisi tersebut, dengan menekankan perlunya perempuan dan kelompok rentan untuk memiliki akses terhadap informasi dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan terkait proyek-proyek transisi energi sektor mineral di tingkat nasional dan lokal. Menekankan pentingnya pengembangan kapasitas bagi perempuan dan kelompok rentan lainnya di lokasi proyek untuk menghindari dampak sosial negatif seperti migrasi, prostitusi, penyalahgunaan narkoba, dan perdagangan manusia. Akses terhadap fasilitas kesehatan, asuransi kesehatan yang berkualitas, dan peningkatan ketahanan masyarakat terhadap perubahan iklim juga merupakan indikator penting yang diidentifikasi oleh kelompok tersebut.
Selain itu, menekankan perlunya data dan informasi tentang mata pencaharian alternatif, pembiayaan berkelanjutan untuk pengembangan masyarakat, dan perlindungan hak-hak dan kesejahteraan perempuan dan kelompok rentan dalam proyek-proyek pertambangan mineral, termasuk turunannya hingga sektor hilir.. Mereka menyerukan mekanisme tata kelola yang lebih kuat, tinjauan yudisial atas undang-undang yang relevan, dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam memantau dan mengaudit kepatuhan perusahaan terhadap standar sosial dan lingkungan.

Kelompok ketiga secara khusus berfokus pada pencapaian transisi energi yang adil, inklusif, dan transformatif di sektor batu bara. Mereka membahas indikator-indikator yang terkait dengan lingkungan, tata kelola, serta faktor sosial dan ekonomi. Reklamasi dan restorasi lingkungan, kerangka kerja peraturan yang kuat, pusat pelaporan masyarakat, dan perlindungan sosial bagi masyarakat dan pekerja di wilayah pertambangan batubara disoroti sebagai indikator penting. Kelompok ini menekankan pentingnya partisipasi lokal dan pengambilan keputusan, akses terhadap informasi, pengembangan kapasitas, dan keterlibatan perempuan, masyarakat adat, dan kelompok-kelompok rentan. Mereka juga menggarisbawahi pentingnya bagi hasil dengan masyarakat setempat, reformasi peraturan untuk tanggung jawab sosial perusahaan, dan memastikan kesejahteraan dan hak-hak pekerja di sektor batu bara, termasuk di sektor ketenagalistrikan.

Kelompok 4 secara khusus berfokus tentang bagaimana dan indikator apa saja yang diperlukan untuk memenuhi transisi energi terbarukan yang berkeadilan dan inklusif bagi Indonesia. Mereka menyebutkan beberapa rekomendasi kebijakan yang mungkin mampu dalam mendorong transisi energi yang berkeadilan dan inklusif. Diantaranya yaitu melakukan pemetaan assesment dampak sosial seperti Penelitian untuk melihat dampak dari pembangunan infrastruktur dan assessment awal soal kultur masyarakat (lapangan kerja dan potensi occupation), adanya keterbukaan informasi, pelibatan secara publik, memastikan hak/jaminan pekerja dan kelompok rentan, kajian lingkungan yang mengedepankan prinsip keadilan ekologis serta adanya demokratisasi energi atau desentralisasi energi (daerah itu memiliki kemandirian, mampu mengelola potensi energi berkelanjutan di daerahnya masing-masing).

Diskusi panel tentang mencapai transisi energi yang adil memberikan wawasan dan rekomendasi yang berharga dari berbagai perspektif. Jelas, bahwa transisi energi yang adil dan inklusif membutuhkan tindakan komprehensif yang menangani tata kelola, perlindungan lingkungan, pembangunan ekonomi, dan kesejahteraan sosial dengan menerapkan rekomendasi dan indikator yang diajukan.

Penulis: Raudatul Jannah
Reviewer: Aryanto Nugroho