Masyarakat sipil di kawasan Asia berkumpul dalam Rapat Umum Koalisi Keadilan Pajak dan Fiskal Asia ke-2 di Khatmandu, Nepal (13-14 Agustus) lalu. Majelis Umum TAFJA pertama diadakan pada tahun 2014 di Bangkok, Thailand.  Acara ini dihadiri oleh peserta perwakilan organisasi masyarakat sipil yang memiliki fokus advokasi perpajakan di kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Asia Timur.

“Selain untuk melaporkan hasil dari kegiatan dan advokasi TAFJA periode 2014-2018, pertemuan ini diselenggarakan juga untuk merumuskan program advokasi bersama untuk periode 4 tahun kedepannya,” kata Lidy Nacpil, dari Asian Peoples Movement on Debt and Development (APMDD) yang merupakan Co-Coordinator TAFJA 2014-2018.

Sementara itu, Dereje Alemaheyu dari Global Alliance for Global Justice menekankan bahwa lanksap perpajakan internasional telah berubah dalam beberapa tahun terakhir dan tentunya akan membawa tantangan tersendiri bagi Gerakan Keadilan Pajak dan Fiskal. “Skema penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan korporasi semakin agresif, kompleks dan paralel dengan perkembangan teknologi informasi yang mengakibatkan sulitnya mendeteksi skema-skema penghindaran pajak.”

“Untuk itu, masyarakat sipil di Asia dan Global perlu melakukan kerja sama, kolaborasi dan pertukaran pengetahuan guna mendorong dan memastikan agar otoritas pajak di masing-masing negara dapat melakukan pengawasan dan mencegah praktik penghindaran pajak oleh korporasi, dan memastikan hak-hak dasar masyarakat di masing-masing negara terpenuhi melalui optimalisasi penerimaan negara melalui pajak,” ujar Dereje.

Dalam pertemuan yang berlangsung selama dua hari tersebut, beberapa anggota TAFJA juga berbagi pengetahuan dan pengalaman terkait kajian/riset maupun kerja-kerja advokasi di isu pajak yang selama ini telah dikerjakan. Adapun beberapa isu yang disampaikan antara lain: Keadilan Pajak dan fiskal serta hak-hak buruh, Keadilan Pajak, hak-hak perempuan dan keadilan gender, serta Keadilan pajak di industri ekstraktif.

PWYP Indonesia, yang diwakili oleh Program Manager Meliana Lumbantoruan, serta Nurkholis HIdayat dari Lokataru Foundation, dalam kesempatan tersebut juga berkesempatan untuk membagikan beberapa temuan utama dari kajian yang sedang dikerjakan terkait praktik Penghindaran Pajak dan aggresive tax planning oleh 4 grup perusahaan batubara terbesar di Indonesia.

“Kami menyadari bahwa praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh korporasi juga disebabkan karena masih banyaknya loop holes dalam kebijakan nasional perpajakan di Indonesia yang pada akhirnya digunakan oleh korporasi untuk melanggengkan penghindaran pajak mereka,” papar Meliana.

Mengingat TAFJA menjadi salah satu aliansi strategis di level regional, maka dibutuhkan pula kejelasan dan formalitas kepengurusan. Dalam kesempatan tersebut juga dilakukan pemilihan Co-Coordinator yang akan mengkoordinasikan dan mensinergikan kerja-kerja advokasi Keadilan Pajak dan Fiskal di regional Asia.

Untuk membantu Co-Coordinator bekerja, maka dibutuhkan coordinating committee di level sub region, yang akan diwakili oleh 3 organisasi di masing-masing kawasan. Perkumpulan Prakarsa (Indonesia) dan APMDD (Filipina) terpilih menjadi Co-Coordinator untuk periode 2019 -2021, sementara itu yang menjadi Coordinating Committee di kawasan Asia Tenggara yakni: Bantay Kita (Filipina), Workers Information Center (Kamboja); Community Knowledge Center (Vietnam); di Kawasan Asia Selatan yakni: TAFJA Nepal, INSAF (India) Pakistan Kissan Rabita Committee (Pakistan); perwakilan di regional yakni: Public Services International  dan Third World Network.

Dengan terpilihnya organisasi-organisasi tersebut menjadi co-coordintor dan coordinating commetee, maka diharapkan gerakan untuk advokasi isu-isu pajak di regional Asia dapat lebih bergaung dan mendukung gerakan global untuk mewujudkan keadilan pajak dan fiskal untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang adil dan berkelanjutan.


Bagikan