JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diingatkan kembali soal hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap PT Freeport Indonesia yang hingga kini belum ada kejelasan tindak lanjut. Hasil audit itu bisa dipertimbangkan sebagai bahan negosiasi dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut. Manajer Advokasi pada Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Aryanto Nugroho mengatakan, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai dampak lingkungan dari operasi Freeport di Papua, termasuk soal keuangan, tak bisa diabaikan. Itu karena audit tersebut dilakukan resmi negara.

”Pemerintah sebaiknya jangan terlalu sering memberikan toleransi tanpa batas kepada Freeport, seperti pemberian izin ekspor tanpa mempertimbangkan kemajuan pembangunan smelter. Begitu pula dengan hasil audit BPK yang hingga kini tak ada kejelasannya,” kata Aryanto, Selasa (5/9), di Jakarta.

Hasil audit BPK terhadap Freeport diumumkan April lalu. Audit ini antara lain tentang penggunaan kawasan hutan lindung seluas 4.535,93 hektar tanpa izin pinjam pakai kawasan dari pemerintah. Freeport juga belum mengantongi izin lingkungan operasi tambang bawah tanah mereka di lokasi yang dinamai deep mile level zone/DMLZ). Selain itu, pembuangan tailing (limbah tambang) Freeport juga dinilai mencemari sungai, hutan, hingga ke laut. Ditemukan pula kelebihan pembayaran untuk pencairan jaminan reklamasi Freeport sebesar Rp 19,4 miliar.

BPK juga memenemukan minimnya pengawasan pemerintah terhadap operasi perusahaan, khususnya operasi tambang bawah tanah. Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Golkar, Satya Widya Yudha, mengatakan, hasil audit BPK itu seharusnya dimasukkan dalam pembahasan saat negosiasi berlangsung antara pemerintah dengan Freeport.

Apalagi, kata Satya, hasil audit itu banyak yang belum ditindaklanjuti oleh pemerintah. Terkait temuan BPK itu, Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia Riza Pratama merespons, ”Potensi dampak kegiatan pertambangan dan pengelolaannya telah dijabarkan dalam dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan yang dirancang untuk meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif.”

Sumber: Kompas PresssReader