Kupang, 16–17 Juni 2025 — Publish What You Pay (PWYP) Indonesia bersama Circle of Imagine Society (CIS) Timor menggelar sharing session bertajuk “Kerangka Transisi Berkeadilan dan Peran Pemangku Kepentingan dalam Pelaksanaan RUED dan Transisi Energi.” Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya PWYP Indonesia dalam mengarusutamakan isu Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) dalam agenda transisi energi di Indonesia.

Acara ini menghadirkan beragam pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dari Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP), Kelompok Kerja Perubahan Iklim (Pokja PI), serta organisasi masyarakat sipil (OMS) dan organisasi perempuan dari Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Di antaranya: Gema Alam, LBH APIK NTB, Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (SOMASI), dan Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH). Para peserta terlibat aktif dalam pengembangan instrumen pemantauan berbasis GEDSI yang dapat digunakan oleh perempuan dan kelompok rentan yang terdampak proyek transisi energi.

Kegiatan ini menjadi ajang penting untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam wadah Pokja PI, yang mencakup unsur pemerintah, OMS, dan sektor swasta. Tujuannya adalah memperdalam pemahaman bersama mengenai transisi energi yang adil dan responsif terhadap isu GEDSI di tingkat nasional dan daerah.

Selama dua hari, para peserta mendiskusikan berbagai topik mulai dari perkembangan kebijakan transisi energi dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di NTT, operasionalisasi sistem monitoring dan evaluasi transisi energi berkeadilan, hingga pendanaan JETP. Selain itu, dilakukan pertukaran pengalaman dari hasil pemantauan proyek energi terbarukan di NTB, dengan menyoroti peran krusial komunitas dalam pelaksanaan di lapangan.

Saat ini, Pemerintah Provinsi NTT tengah merevisi RUED sesuai dengan Perda Nomor 10 Tahun 2019. Dalam proses penyusunannya, pendekatan GEDSI mulai diintegrasikan guna menjawab tantangan spesifik, terutama terkait partisipasi perempuan dalam transisi energi. Dengan potensi energi terbarukan yang besar dan kondisi geografis kepulauan, lebih dari 600 pulau, transisi energi di NTT memerlukan pendekatan yang kontekstual, adaptif, dan inklusif.

Kepala Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah NTT, Yohanes Paut, ST., MT., menekankan bahwa NTT masih bergulat dengan tantangan sosial ekonomi seperti kemiskinan, stunting, dan keterbatasan pertumbuhan ekonomi. Terbatasnya kapasitas fiskal pemerintah daerah memperkuat urgensi alternatif pendanaan dan perbaikan tata kelola energi subnasional. Sementara itu, rasio elektrifikasi dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di NTT pada 2023 baru mencapai 17,68%, menandakan ketergantungan yang tinggi terhadap energi fosil.

Dalam sesi diskusi, Sherley Wila Huky, Koordinator Pokja Perubahan Iklim NTT, menyoroti bagaimana perempuan masih menghadapi berbagai hambatan dalam transisi energi. Mulai dari minimnya akses terhadap lapangan kerja di sektor EBT, beban kerja domestik yang tidak terbagi secara adil, kurangnya infrastruktur energi dasar, hingga terbatasnya ruang partisipasi dalam pengambilan keputusan.

Realita ini memperkuat urgensi penerapan prinsip GEDSI dalam setiap tahapan pembangunan energi, agar suara perempuan dan kelompok rentan lainnya benar-benar terwakili dan diakomodasi.

Selain itu, Pokja PI saat ini tengah mengembangkan instrumen monitoring dan evaluasi pelaksanaan RUED berbasis tiga indikator utama: indikator sosial-ekonomi, indikator energi, dan indikator lingkungan. Dalam sesi berbagi pengalaman dari NTB, peserta mendalami pendekatan partisipatif dalam pemantauan proyek, baik yang berangkat dari inisiatif komunitas maupun inisiatif pemerintah, dan mencatat perbedaan dampak yang dihasilkan.

Diskusi ini juga menekankan pentingnya membangun sistem pengaduan yang inklusif dan akuntabel sebagai bagian dari upaya pemantauan yang holistik.

Hari kedua diakhiri dengan lokakarya pemangku kepentingan NTT, yang membagi peserta ke dalam kelompok kerja untuk merumuskan instrumen monitoring dan evaluasi RUED berdasarkan hasil diskusi sebelumnya. Lokakarya ini mempertemukan Pokja PI, mitra pemantauan dari NTB, serta Sekretariat JETP, menciptakan ruang dialog yang memperkaya wawasan dan memperkuat komitmen menuju pelaksanaan RUED yang berkeadilan, partisipatif, dan mengarusutamakan GEDSI di Provinsi NTT.

Penulis: Muhammad Adzkia Farirahman

Reviewer: Mouna Wasef


Share

Privacy Preference Center

Skip to content