Jakarta – Pemerintah tengah menyiapkan penyusunan Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Sub Bidang Energi Baru Terbarukan, yang dimaksudkan untuk penguatan kewenangan Daerah Provinsi dalam penyelenggaraan sektor ini. Demikian disampaikan oleh Sugeng Hariyono, Plt. Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Pembangunan Daerah (Bangda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam Diskusi Publik bertajuk Penguatan Peran Daerah Dalam Mendukung Percepatan Transisi Energi di Indonesia pada 10 Februari 2022 yang diselenggarakan oleh Ditjen Bina Bangda Kemendagri bekerjasama dengan Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Trend Asia dan Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) secara Hybrid.

Inisiasi penyusunan Ranperpres tersebut didasarkan pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan konkuren yang tidak tercantum dalam Lampiran UU ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

“Melalui penguatan kewenangan ini diharapkan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan yang lebih optimal dalam upaya pencapaian target pembangunan nasional di sektor energi khususnya target porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran energi sebagai bagian dari upaya pengurangan emisi gas rumah kaca,” jelasnya.

Sugeng Hariyono mengingatkan bahwa penguatan kewenangan pemerintah daerah harus disertai dengan penguatan kapasitas. Dalam kerangka pembinaan sekaligus penguatan kapasitas daerah, pemerintah pusat memfasilitasi penerbitan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang harus dipedomani daerah.

“Harapannya pada saat menerima tanggung jawab dalam bentuk kewenangan yang lebih besar, daerah dapat memainkan peran yang lebih besar dalam upaya mendukung pencapaian target-target pembangunan nasional di sektor energi khususnya dalam mendukung suksesnya kebijakan transisi energi.” imbuh Sugeng

Sahid Junaidi, Sekretaris Ditjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa Pemerintah juga tengah menyiapkan fasilitasi pembiayaan bagi daerah untuk pengembangan energi terbarukan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK). “Skema pembiayaan ini merupakan tindak lanjut penguatan kewenangan daerah yang saat ini Ranperpresnya sedang difinalisasi.”

Penguatan kewenangan daerah di sektor ini juga menjadi concern sejumlah Pemerintah Daerah. Slamet Mulyanto, Kepala Bidang Energi, Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat menyebut sejumlah problem terkait dengan kewenangan daerah di sekto ini. Misalnya, program konservasi energi belum masuk di UU Pemda, kesesuaian indikator kegiatan daerah yang harus dicapai dengan terbatasnya kewenangan, tidak adanya mekanisme reward-punishment, dan tidak adanya objek kewenangan di sektor energi.

“Sehingga kami sangat menunggu Perpres penguatan kewenangan di sektor energi baru dan terbarukan agar peran daerah semakin optimal” tegasnya.

Namun demikian, ditengah keterbatasan yang ada, daerah terus berupaya berperan aktif dalam pencapaian target bauran energi melalui sejumlah inovasi. “Di Jawa Barat misalnya, kami menyusun model/proyeksi transisi energi pada sektor pengguna, transformasi energi dan pasokan energi, mengembangkan solar PV project di kantor-kantor pemerintah, industri dan sekolah serta pemanfaatan turbin angin di pantai utara, mengembangkan biomassa dan biogas, dan revitalisasi pembangkit listrik tenaga mikrohidro.” imbuh Slamet.

Di satu sisi, transisi energi juga memiliki dampak bagi daerah yang selama ini memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya alam (SDA) berbasis fossil seperti Kalimantan Timur, seperti hilangnya pendapatan daerah, menurunnya kontribusi PDRB, belum adanya energi pengganti dari energi terbarukan yang cukup untuk menggantikan energi fossil.

Christianus Benny, Kepala Dinas ESDM Kalimantan Timur mengusulkan agar daerah memiliki peran yang lebih besar. “Sebaiknya Pemerintah Pusat lebih berperan untuk penerbitan regulasi serta standarisasi daripada pengurusan perizinan aplikatif. Daerah juga diberikan keleluasaan menggunakan anggaran bagi infrastruktur EBT sesuai potensi Daerah, tidak dibatasi dengan regulasi seragam secara nasional yang di Daerah minim atau bahkan tidak ada potensinya seperti Panas Bumi.” Senada dengan narasumber lainnya, Tri Mumpuni, Direktur Eksekutif Inisiatif Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan menyebut peran daerah sangat penting sekaligus menjadi front-liner pengembangan energi terbarukan karena merupakan instansi yang memahami kebutuhan sekaligus kondisi di lapangan.

Tri Mumpuni yang juga Anggota Dewan Pengawas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengingatkan untuk tidak melupakan peran komunitas atau masyarakat di akar rumput, khususnya untuk pengembangan teknologi skala mikro

Dyah Roro Esti, Anggota Komisi 7 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyebut isu percepatan transisi energi, termasuk peran pemerintah daerah ini bertemu dengan momentum pembahasan RUU EBTKE yang saat ini masih berproses di parlemen. “Tentu saja, kami sangat berharap saran dan masukan dari seluruh pemangku kepentingan untuk substansi RUU ini, agar lebih komprehensif.”

Narahubung

  1. Meliana: +62 813-6109-0511
  2. Sarah Agustio: +62 812-5556-7264
  3. Akmal: +62 821-3868-3823