Jakarta – Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) yang baru diharapkan melanjutkan program hilirisasi dengan mendorong perusahaan tambang mineral membangun smelter sesuai dengan amanat Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009. Di lain pihak, sebagai konsekuensi dari program hilirisasi tersebut, larangan ekspor mineral yang belum diolah yang bakal diberlakukan pada Januari 2017, harus tetap dipegang teguh.
Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah, mengatakan, kewajiban membangun smelter seperti yang sudah berlaku saat ini merupakan langkah reformasi sektor mineral yang sangat sesuai dengan semangat ekonomi kerakyatan. Dengan mendorong perusahaan mineral membangun smelter, lanjutnya, nilai tambah dan multiplier effect yang diperoleh masyarakat dan negara bakal mengalami kenaikan signifikan.
“Pemerintah dalam hal ini menteri ESDM, harus terus konsisten menerapkan kebijakan hilirisasi dan mempersiapkan industri hilir yang terintegrasi dengan industri pengolahan, fasilitas listrik, dan insentif,” kata Maryati, di Jakarta, Kamis (18/8).
Maryati menambahkan, langkah penting berikut yang harus dilanjutkan Menteri ESDM adalah konsisten menerapkan larangan ekspor mineral pada Januari 2017 nanti. Beberapa perusahaan telah mendapat kemudahan melakukan ekspor konsentrat selama ini dengan harapan mereka membangun smelter. Namun, kata dia, kemudahan tersebut malah tidak dibalas dengan itikad baik dengan menunjukan progress pembangunan smelter. Sementara itu, 27 perusahaan telah menunjukkan komitmennya membangan smelter.
“Pemerintah telah memberi waktu ekspor konsentrat hingga 2017, maka mau tidak mau ketentuan tersebut harus dipatuhi. Pemerintah seharusnya tidak lagi memberi kelonggaran melainkan membantu memberi terobosan-terobosan solusi untuk mempercepat implementasi program hilirisasi secara menyeluruh,” katanya.
Sementara itu, Pakar Hukum Pertambangan Universitas Hasanuddin (Unhas), Abrar Saleng, sepakat bahwa langkah tegas pemerintah dalam menjalankan UU Minerba perlu dilanjutkan. Demi menjamin kepastian hukum, menteri saat ini tidak perlu membuat kebijakan baru yang berpotensi menimbulkan tumpang tindih atau kerancuan dalam hal kepastian hukum. Amanat UU Minerba sudah jelas, yakni membangun smelter dan kewajiban tersebut harus terus dipertegas dengan berbagai aturan turunan yang mendukung.
“Pemerintah harus tetap pada keputusan untuk konsisten. Jika benar revisi UU Minerba dilakukan saat ini, pemerintah seyogyanya mengawal agar revisi UU Minerba itu memperkuat tujuan meningkatkan nilai tambah dari sektor pertambangan melalui pembangunan smelter. Selain itu, perlu juga harus mendorong agar produk smelter diserap dalam negeri dengan menciptakan pasar domestik bagi produk smelter. Tidak boleh lagi mundur dari amanat UU Minerba tersebut,” jelas dia.
Saat ini, lanjutnya, sudah ada 27 smelter dari berbagai komoditas mineral hingga saat ini. Meski masih sedikit, ini terbilang kemajuan pesat mengingat susah payahnya kolaborasi para pemangku kepentingan di sektor ESDM mewujudkan program ini. “Langkah maju tersebut, wajib dilanjutkan oleh Menteri saat ini,” kata Abrar.