REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia baru saja menjadi satu-satunya negara di Asean yang telah memenuhi standar compliant dalam pelaksanaan EITI (Extractive Industries Transparency Initiative). Sehingga kepemimpinan Indonesia tersebut harapannya diikuti oleh negara lain di kawasan regional.

Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menyatakan, inisiatif tersebut harus terus didorong dan dilaksanakan secara konsisten dan menyeluruh oleh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).

Mekanisme EITI mensyaratkan adanya keterbukaan data dan infomasi pembayaran dan penerimaan negara dari kedua belah pihak. Baik oleh perusahaan mau pun oleh pemerintah.

“Kebocoran dan korupsi penerimaan dapat ditekan melalui transparansi data produksi dan pembayaran penerimaan negara,” kata Fabby, Selasa (4/11).

Koordinator Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah menambahkan, dalam standar baru EITI juga didorong adanya transparansi kepemilikan (beneficial ownership) dan keterbukaan hingga ke tingkat daerah (sub-nasional).

PWYP merupakan koalisi organisasi masyarakat sipil dari daerah-daerah kaya sumber daya alam se-Indonesia.

“Jika ini juga dilaksanakan di Indonesia, maka asimetris informasi mengenai penerimaan dan sektor pertambangan kita sedikit demi sedikit dapat teratasi. Sembari terus meningkatkan pemanfaatan penerimaan untuk pembangunan yang mensejahterakan masyarakat,” jelas Maryati.

Mengenai nomenklatur kementerian ESDM yang berada di bawah koordinasi menteri kemaritiman, Maryati sedikit menyayangkan. Sebab, persoalan ESDM selama ini justru terletak pada buruknya koordinasi dengan kementerian terkait.

Seperti sektor lingkungan hidup dan kehutanan, pajak dan penerimaan negara mau pun terkait tata kelola BUMN dalam mengoptimalkan peran-peran publik. “Meski demikian, mari kita tunggu saja gebrakan Jokowi dan Kabinetnya dalam menangani persoalan ESDM,” imbuhnya.