Jakarta – Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menilai DPR terlalu lambat untuk menyelesaikan pembahasan Revisi atas UU Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) yang mengendap di Komisi 7 sepanjang enam tahun terakhir. Penuntasan Revisi UU Migas bukan hanya karena putusan-putusan MK yang membatalkan beberapa pasal UU Migas terdahulu, tetapi terkait dengan berbagai persoalan yang menuntut penyelesaian yang sistemik, seperti ancaman nyata krisis energi tahun 2025 maupun memitigasi praktek rente oleh mafia migas yang masih belum tersentuh.

Maryati Abdullah, Koordinator Nasional PWYP Indonesia dalam Diskusi dan Temu Media bertajuk “Revisi UU Migas: Lamban dan Senyap di Tengah Ancaman Krisis Energi dan Mafia Migas” pada 22 November 2016 di bilangan Cikini, mengungkapkan, Indonesia diprediksikan membutuhkan energi sekitar 7,5 juta barel setara minyak per hari dengan 47% sumber energi dari migas; dan konsumsi energy 1,4 ton setara minyak per hari (DEN, 2016).

Di sisi lain, fakta hari ini menunjukkan bahwa produksi minyak hanya 250 ribu barel per hari dengan 86% total produksi minyak nasional berasal dari lapangan migas yang sudah tua; serta cadangan saat ini sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan (SKK Migas, 2016).

Andang Bachtiar, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dalam kesempatan yang sama memperkirakan bahwa pada 2025 impor migas Indonesia akan melonjak 3 (tiga) kali lipat, dan pada 2050 melompat enam kali lipat. Di sisi lain, upaya eksplorasi dan pengembangan wilayah baru belum mengalami peningkatan yang signifikan. Karena itu, revisi UU Migas harus mengantisipasi masalah ini untuk menjaga ketahanan energi nasional.

Masih dalam kesempatan yang sama, mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Fahmy Radhi mengingatkan bahwa semakin tertundanya penyelesaian revisi UU Migas akan menimbulkan ketidakpastian yang dapat dimanfaatkan oleh mafia migas untuk melakukan perburuan rente. “Ulah Mafia Migas salah satunya disebabkan tidak adanya transparansi dalam tata kelola kelembagaan migas di Indonesia. Sudah tidak ada lagi alasan untuk menunda penyelesaian Revisi UU Migas,” tutur Fahmy Radhi.

Proses Pembahasan Lamban dan Tertutup
Sulastio, Anggota Badan Pengarah PWYP Indonesia menyampaikan mangkrak-nya pembahasan Revisi UU Migas sejalan dengan buruknya kinerja legislasi DPR yang sampai dengan 9 November 2016 hanya menyelesaikan 9 UU dan 50 UU yang ditargetkan atau hanya sekitar 18% saja. “Berdasarkan catatan dari Indonesia Parlianmentary Center (IPC, evaluasi atas proses Legislasi DPR RI untuk Masa Sidang V Tahun 2016 menunjukkan bahwa rapat pembahasan RUU Migas seluruhnya bersifat tertutup. Selain itu, ruang partisipasi masyarakat dalam pembahasan RUU Migas juga sangat terbatas dan hanya melibatkan pihak secara terbatas, yaitu mitra dari pemerintah.” ungkap Sulastio yang juga Ketua Badan Pengawas IPC.

Dalam rangkaian kunjungan koalisi PWYP Indonesia ke berbagai Fraksi di DPR, seperti Fraksi Hanura (2/9/2016), Fraksi Gerindra (8/12/2016), Fraksi Nasdem (9/12/2016) dan Fraksi PKS (13/12/2016) terungkap bahwa alasan lamban dan tertutupnya pembahasan Revisi UU Migas dikarenakan alotnya diskusi yang menyoal kelembagaan hulu-hilir migas dan kesepakatan anggota Komisi 7 DPR yang beranggapan bahwa proses pembahasan Revisi UU Migas masih bersifat internal.

Dalam kunjungan tersebut koalisi PWYP Indonesia mendesak Komisi 7 DPR RI untuk membuka proses pembahasan Revisi UU Migas sekaligus lebih partisipatif. “Dengan membuka proses pembahasan Revisi UU Migas, publik bisa tahu siapa dan fraksi mana memperjuangkan kepentingan apa. Transparansi proses juga akan mencegah adanya upaya untuk menyelundupkan pasal-pasal tertentu yang bertentangan dengan kepentingan nasional” jelas Manajer Advokasi dan Jaringan PWYP Indonesia, Aryanto Nugroho.

Usulan Masyarakat Sipil Dalam Revisi UU Migas

Koalisi PWYP Indonesia juga telah menyusun draft RUU Migas versi Masyarakat Sipil sebagai masukan terhadap pembahasan Revisi UU Migas di DPR. Terdapat 11 (sebelas) isu kunci yang dimasukkan ke dalam RUU Migas versi Masyarakat Sipil ini, yaitu perencanaan pengelolaan migas, model kelembagaan hulu migas, badan pengawas, BUMN Pengelola, Petroleum Fund, Domestic Market Obligation (DMO), Dana Cadangan, Cost Recovery, Participating Interest (PI), Perlindungan atas Dampak Kegiatan Migas, serta Reformasi Sistem Informasi dan Partisipasi. Koalisi PWYP Indonesia mendesak agar Revisi UU Migas yang dihasilkan memiliki visi untuk mendorong perbaikan tata kelola sekaligus menjamin kedaulatan negara atas energi.

Tidak hanya melalui kunjungan ke Fraksi-Fraksi di DPR, penyampaian usulan masyarakat sipil juga dilakukan melalui diskusi dengan Badan Keahlian DPR RI (23/11/2016). Termasuk juga melalui serangkaian diskusi yang diselenggarakan oleh pemerintah, seperti dalam FGD “Revisi UU Migas dalam Perspektif HAM” (5/9/2016) dan FGD “Sinkronisasi Revisi UU Migas dalam Rangka Kedaulatan Energi” (22/9/2016) yang diselenggarakan oleh Kemenkumham.